Suka atau tidak, ratifikasi perdagangan
bebas ASEAN dan China melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 merupakan
keniscayaan. Pemerintah optimistis kerja sama ekonomi, perdagangan, dan
investasi dapat digenjot meski ada saja pengusaha yang khawatir dengan
liberalisasi ini dengan berbagai argumennya.
Faktanya, tahap awal sektor pertanian
menghasilkan surplus perdagangan 2,4 miliar dollar AS dibandingkan dengan
impornya 800 juta dollar AS. Komoditas kelapa sawit, karet, kakao, kopra dan
buah eksotik tropika (salak, mangga, manggis, duku) penyumbang devisanya.
Bawang putih, bawang merah, jeruk mandarin, apel, pir, leci merupakan komoditas
yang diimpor dari China. Pertanyaan fundamental: (i) mampukah Indonesia
meningkatkan surplus secara konsisten, (ii) bagaimana jika situasi berbalik
sehingga menimbulkan gejolak ekonomi, sosial, dan politik?
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China
(ACFTA) harus dijadikan persiapan sekaligus pembelajaran untuk meningkatkan
daya saing produk pertanian agar mampu memenangkan perdagangan global. Fokus
pada komoditas eksotik perkebunan dan hortikultura tropika dan sinergi lintas
sektor bersama masyarakat diikuti penghapusan biaya tinggi harus dilakukan.
Sinergi mudah diucapkan, tetapi tidak mudah diimplementasikan di lapangan.
Paling tidak ada empat filter yang
diakui internasional dapat dilakukan Indonesia dalam mereduksi dampak
negatifnya: (i) sanitary dan phytosanitary,
(ii) codex for alimentation, (iii)
komoditas sangat sensitif, dan (iv) pangan segar halal. Ketentuan karantina
untuk tak mengizinkan daun bawang merah dan akarnya masuk ke Indonesia karena
mengandung penyakit terbukti efektif memfilter masuknya bawang merah impor
sekaligus menjaga stabilitas harga bawang merah domestik saat panen raya.
Selain biaya potong daun dan akar mahal, aroma bawang juga berkurang dan tidak
tahan lama sehingga praktis impor terhenti.
Padahal, membanjirnya bawang impor saat
panen raya yang memukul produk lokal selalu terjadi. Penerapan codex for alimentation juga dipastikan
akan mereduksi produk pertanian impor yang dapat masuk di Indonesia. Komoditas
yang masuk daftar high sensitive list, seperti beras, jagung, kedelai, dan
gula, tarifnya diturunkan pada 1 Januari 2015.
Sementara komoditas sensitive list, yaitu cengkeh dan
tembakau, baru diturunkan tarifnya 20 persen, 1 Januari 2012. Artinya,
komoditas yang menyangkut hajat hidup orang banyak dilindungi. Ketentuan impor
buah segar juga akan mengeliminasi buah impor yang selama ini disimpan di
gudang dalam waktu lama yang kualitasnya sudah anjlok. Posisi Indonesia makin
kuat jika ketentuan halal diterapkan atas produk impor yang mengandung daging.
Implikasi lainnya, Indonesia dapat membuka jasa produksi makanan halal dan
sertifikasi serta supervisinya.
Koloni Ekonomi
Implikasi jangka panjang yang harus
diwaspadai adalah berbaliknya neraca perdagangan sehingga Indonesia jadi pasar
produk China dan ASEAN lain. Dengan cadangan devisa 2,13 triliun dollar AS dan
dalam 6 bulan pertama 2009 bertambah 185,6 miliar dollar AS, secara apriori
China dapat memborong sumber komoditas ekspor sektor pertanian di Malaysia,
Thailand, dan Indonesia.
Apalagi hubungan Pemerintah China
dengan masyarakat China perantauan di seluruh dunia sangat kuat. Implikasinya,
China akan jadi raksasa kelapa sawit, karet, kakao, dan gula dunia. Dengan
kekuatan itu, China mampu mengintegrasikan ASEAN dan menjadikannya koloni
ekonomi, sosial, dan politik. Apalagi, populasi warga keturunan China di hampir
semua negara ASEAN semakin besar pertumbuhannya dibandingkan dengan pribumi.
Empat instrumen yang perlu segera
diimplementasikan agar produk pertanian memenangkan persaingan: bantuan
langsung, subsidi langsung, pemberian insentif langsung, dan fasilitasi
langsung Pemerintah di hulu, on farm, dan hilir. Wujudnya, bantuan benih, pupuk
organik, subsidi pupuk anorganik, insentif harga bagi yang mencapai
produktivitas 25 persen di atas produktivitas nasional, fasilitasi infrastruktur
pascapanen, pengolahan hasil, dan pemasaran.
Melalui subsidi, bantuan, dan
fasilitasi langsung, target (petani) menerima manfaat langsung dan terjadinya
disparitas harga yang memicu kebocoran barang subsidi akibat disparitas harga
(pupuk, misalnya) di luar target subsidi dapat dieliminasi. Dukungan riset dan
pengawalan teknologi akan menjadikan pertanian Indonesia bisa memengaruhi pasar
(pasokan, harga), seperti yang dilakukan Amerika Serikat, China, dan Eropa di
pasar Internasional.
(di muat di Harian Umum
Kompas, 1 Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar