Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu
II, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Pemerintah provinsi, kabupaten, dan
kota mengadakan pertemuan puncak pada 29-30 Oktober 2009.
Targetnya, pertumbuhan 2010 di atas 6,3
persen dan akhir 2014 perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 7,0 persen.
Tahun 2020 terjadi swasembada semua kebutuhan pangan domestik dan ekspor secara
simultan sebagai implementasi visi Pemerintah memberi makan dunia.
Investasi swasta (88 persen) menjadi
keniscayaan karena kemampuan investasi Pemerintah pusat melalui APBN hanya 8,0
persen dan APBD 4,0 persen. Syarat dasarnya, penghapusan sumbatan birokrasi di
segala lini. Penyumbatan utama terjadi pada penyediaan lahan untuk usaha.
Tumpang tindih izin penggunaan lahan dalam sektor maupun antarsektor terjadi di
banyak tempat akibat skala tata ruang terlalu kecil dan berbeda, benturan
kewenangan dan kepentingan antara pusat dan daerah, benturan interes parpol
maupun dunia usaha. Pertanyaannya, bagaimana mengakselerasi sumbatan?
Diperlukan pemimpin dan pengusaha dengan keberanian luar biasa, memaksa dan
mendobrak penyumbat birokrasi demi kepentingan bangsa.
Kemampuan Memaksa
Benturan dan tabrakan kepentingan akan
terjadi dengan adanya sumbatan. Penyumbatan birokrasi bisa terjadi karena
dirancang atau kesalahan koordinasi sehingga ketidakpastian usaha dan batas
keuntungan amat rendah. Berdasarkan fakta lapangan, penyempitan terjadi jika
dan hanya jika presiden dan jajarannya tega dan berani membongkar sumbatan
birokrasi sebagaimana sering disampaikan pengusaha maupun media.
Kata berani dan tega merupakan refleksi
ekspektasi tinggi masyarakat atas keluarnya tekanan dan hukuman nyata presiden
terhadap mafia, broker lahan dan perizinan lahan yang selama ini bergentayangan
di birokrasi Pemerintah, pengusaha, dan di jalanan.
Ploting terbuka atas lahan baru dengan
dukungan infrastruktur menjadi kunci utama dan pintu masuk nyata dalam
menghapus sumbatan birokrasi dan biaya tinggi. Daya juang pengusaha nasional
dan daerah juga harus tinggi, berani mengambil risiko, tidak merengek,
mengeluh, dan menuntut fasilitas lebih.
Terlalu banyak pengorbanan masyarakat
terhadap pengusaha nasional, mulai monopoli impor gandum hingga bea masuk.
Namun, tengoklah, adakah keberpihakan pengusaha terigu terhadap pengembangan
tepung lokal sebagai bahan substitusi? Hanya bangsa primitif dan terbelakang
yang selalu mengeluh dan meminta fasilitas berlebihan.
Kini ujian Pemerintah dan pengusaha
adalah bagaimana menghimpun kemampuan guna menghapus sumbatan birokrasi agar
menghasilkan pertumbuhan dahsyat sekaligus mendorong pemerataan dan
kesejahteraan yang selama ini dinikmati segelintir orang.
Arus Utama Publik
Teladan nyata dalam menghapus
penyumbatan birokrasi lainnya adalah melawan arus utama publik menuju
swasembada daging sapi dan buah berkelanjutan. Menghentikan impor daging sapi,
bakalan, buah, dan benih hortikultura secara bijak melalui karantina dan
persyaratan kesehatan, seperti dilakukan Australia atas buah dan makanan
Indonesia, dapat digunakan sebagai latihan. Permintaan impor ketan menjelang
hari raya dengan segala argumen pembenarnya dapat dijadikan teladannya.
Argumennya, meski kebutuhan ketan amat
tinggi saat Lebaran, tetapi dalam sejarah tidak pernah ada orang mati karena
tidak mengonsumsi ketan. Sebaliknya, di dalam negeri, petani ketan menikmati
harga amat baik. Analog dengan ketan, penurunan/penghentian impor daging sapi
dan buah hortikultura akan memacu produksi buah lokal karena ada insentif
harga.
Dipastikan investor Indonesia, yang
selama ini membangun peternakan di Australia dan Selandia Baru, akan membawa
pulang modal dan mengembangkan sapi di Indonesia. Pasti ada gejolak nasional
dan internasional, tetapi tak perlu takut. Kita perlu belajar dari Kuba, Libya,
dan Iran yang tanggung menghadapi embargo dengan mendayagunakan sumber daya
lokal.
Indonesia mampu memenuhi kebutuhan
daging sapi dan buah buahan secara mandiri. Pemerintah dan Kadin dapat memberi
argumentasi kepada importir buah dan daging yang selama ini menikmati rezeki
nomplok sehingga tidak ingin menanamkan investasinya di Tanah Air.
Mengubah paradigma pengambil kebijakan
dan pengusaha merupakan keharusan. Memanfaatkan pendekatan masa depan dengan
teknologi maju untuk menyelesaikan persoalan daging dan buah merupakan teladan.
Jeruk keprok dapat diproduksi jutaan batang dalam waktu singkat dengan somatic embryogenesis, bukan dengan
penyambungan atau mata tempel yang memakan waktu, biaya, dan tenaga. Demikian
juga pengembangan sapi kembar memungkinkan pertumbuhan populasi ternak naik
minimal 25 persen per tahun apabila dilakukan serius.
Kini, teknologi itu tersedia di
Balitbang Pertanian, menunggu investor. Penggunaan pendekatan masa lalu untuk
menyelesaikan masalah saat ini dan masa depan, seperti dilakukan, harus
dihentikan karena terbukti tidak dapat menyelesaikan masalah.
(di muat di Harian Kompas, 2 Nopember 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar