Jumat, 08 Agustus 2014

EKSPOR BERAS DAN IP PADI 400

Hingga tahun 2009, diperkirakan akumulasi badai krisis energi dunia dan finansial terus mengguncang dunia.
       Sinyal menguatnya besaran dampak perubahan cuaca yang ditandai dahsyatnya banjir di hampir seluruh wilayah Indonesia menyebabkan deraan sistem produksi pangan nasional menguat dan kapasitas sangga (buffering capacity) Indonesia terhadap krisis akan kian menurun.
       Menurut analisis data historis banjir, akhir musim hujan dengan banjir dahsyat umumnya diikuti kekeringan luar biasa karena curah hujan tahunan relatif tetap. Perubahan pola curah hujan dan awal musim membuat awal dan masa tanam kian tidak bisa diprediksi dan usaha tani padi penuh ketidakpastian.
       Diperlukan deteksi dini produksi pangan nasional sebagai dasar menyusun strategi cegah awal dan tangkal awal agar tidak terjadi krisis pangan. Bahkan, sebaliknya, mampu mengekspor beras. Pertanyaan dasarnya: apa dan siapa harus berbuat apa agar Indonesia terselamatkan dari badai krisis ekonomi?

Ekspor Beras
       Pemerintah mensyaratkan untuk ekspor beras jika cadangan beras dalam negeri mencapai 3 juta ton (1,5 hingga dua kali cadangan beras biasanya). Konsekuensinya, tahun 2009 harus ada tambahan produksi 5,5 juta ton beras, meliputi 1,5 juta ton beras untuk cadangan nasional, 1-2 juta ton beras akan diekspor, 3 juta ton beras untuk memenuhi kebutuhan tambahan penduduk 1,3 persen/tahun dari 220 juta penduduk Indonesia. Asumsinya, produksi beras tahun 2008 mencapai 37.3 juta ton.
       Ada tiga pertimbangan untuk ekspor beras 2009. Pertama, untuk menjaga stabilitas harga beras dalam negeri agar tidak anjlok saat panen raya.
       Kedua, untuk meredam dampak krisis ekonomi sehingga bisa memberi stabilitas ekonomi pedesaan dan pelaksanaan pembangunan nasional.
       Ketiga, menghasilkan devisa sekaligus mengubah citra Indonesia dari negara agraris sekaligus importir beras terbesar dunia menjadi negara eksportir.
       Sayang, pilihan prorakyat ini sering ditunggangi oknum dengan memanfaatkan keberpihakan Pemerintah untuk kepentingan sendiri. Usul rehabilitasi saluran irigasi yang parsial dengan harga satuan (unit cost) yang amat tinggi, pemilihan lokasi rehabilitasi yang tidak tepat, sehingga investasi yang dikeluarkan Pemerintah tidak memberi hasil maksimum. Pertanyaannya: apa yang harus dilakukan Pemerintah agar ekspor beras bisa terwujud dengan biaya terjangkau?

IP Padi 400
       Pengembangan indeks pertanaman padi 400 (IP Padi 400) merupakan pilihan menjanjikan guna meningkatkan produksi padi nasional tanpa memerlukan tambahan irigasi luar biasa. IP Padi 400 artinya petani dapat panen padi empat kali setahun di lokasi yang sama. Konsekuensi pengembangan IP Padi 400, diperlukan empat pilar pendukung. Pertama, produksi benih super genjah dengan umur kurang dari 80 hari. Kedua, dukungan pengendalian hama terpadu (PHT). Ketiga, pengelolaan hara terpadu. Keempat, manajemen tanam dan panen yang efisien.
       Dasar pertimbangan pengembangan IP Padi 400, dengan tersedianya varietas super genjah, maka selain dapat memaksimalkan IP Padi 400 juga untuk mendongkrak IP padi antara 50-150 pada lahan tadah hujan, irigasi pedesaan, dan irigasi sederhana. Artinya, akan ada tambahan panen 1-3 kali di lahan sawah.
       IP Padi 400 dapat memecah kejenuhan peningkatan produksi (levelling off) dalam peningkatan produksi beras nasional (P2BN), bahkan Indonesia dapat memenuhi kebutuhan pangan dengan lahan yang sama sampai 25 bahkan 50 tahun mendatang.
       Pertimbangannya, para pemulia tanaman (breeder) Indonesia berhasil mengubah padi berumur 180 hari (6 bulan) dengan produksi 2-3 ton/ha menjadi berumur 105 hari dengan produktivitas 6-8 ton/ha seperti padi lokal beras meras Aek Sibundong varietas lokal Sumatera Utara. Logikanya, melalui persilangan konvensional, marka molekuler, iradiasi para pemulia dapat memperpendek umur padi 105 hari menjadi kurang dari 80 hari dengan produktivitas yang sama.
       Saat ini Balai Besar Penelitian Padi Badan Litbang Pertanian telah memiliki galur (calon varietas) dengan umur 85 hari meski produktivitasnya masih di bawah lima ton. Artinya, melalui satu tahapan lagi pemulia akan mampu menghasilkan padi berumur pendek dengan produktivitas tinggi. Keberhasilan ini diperkirakan akan menjadi kulminasi ke dua revolusi hijau produksi padi. Untuk mendukung pengembangan IP Padi 400, kini sedang dilakukan deliniasi wilayah potensial peningkatan IP Padi 400 dan wilayah lain yang dapat dikembangkan IP Padinya agar ekspor beras dapat segera terwujud.

       Para ahli di bidang hama dan penyakit, nutrient manajemen, dan pascapanen serta pengolahan hasil dituntut bekerja keras agar implementasi IP Padi 400 dapat dikembangkan.

(di muat di Harian Umum Kompas – 18 Desember 2008)

Tidak ada komentar: