Hingga
tahun 2009, diperkirakan akumulasi badai krisis energi dunia dan finansial
terus mengguncang dunia.
Sinyal menguatnya besaran dampak
perubahan cuaca yang ditandai dahsyatnya banjir di hampir seluruh wilayah
Indonesia menyebabkan deraan sistem produksi pangan nasional menguat dan
kapasitas sangga (buffering capacity)
Indonesia terhadap krisis akan kian menurun.
Menurut analisis data historis banjir,
akhir musim hujan dengan banjir dahsyat umumnya diikuti kekeringan luar biasa
karena curah hujan tahunan relatif tetap. Perubahan pola curah hujan dan awal
musim membuat awal dan masa tanam kian tidak bisa diprediksi dan usaha tani
padi penuh ketidakpastian.
Diperlukan deteksi dini produksi pangan
nasional sebagai dasar menyusun strategi cegah awal dan tangkal awal agar tidak
terjadi krisis pangan. Bahkan, sebaliknya, mampu mengekspor beras. Pertanyaan
dasarnya: apa dan siapa harus berbuat apa agar Indonesia terselamatkan dari
badai krisis ekonomi?
Ekspor Beras
Pemerintah mensyaratkan untuk ekspor
beras jika cadangan beras dalam negeri mencapai 3 juta ton (1,5 hingga dua kali
cadangan beras biasanya). Konsekuensinya, tahun 2009 harus ada tambahan
produksi 5,5 juta ton beras, meliputi 1,5 juta ton beras untuk cadangan nasional,
1-2 juta ton beras akan diekspor, 3 juta ton beras untuk memenuhi kebutuhan
tambahan penduduk 1,3 persen/tahun dari 220 juta penduduk Indonesia. Asumsinya,
produksi beras tahun 2008 mencapai 37.3 juta ton.
Ada tiga pertimbangan untuk ekspor beras
2009. Pertama, untuk menjaga stabilitas harga beras dalam negeri agar tidak
anjlok saat panen raya.
Kedua, untuk meredam dampak krisis
ekonomi sehingga bisa memberi stabilitas ekonomi pedesaan dan pelaksanaan
pembangunan nasional.
Ketiga, menghasilkan devisa sekaligus
mengubah citra Indonesia dari negara agraris sekaligus importir beras terbesar
dunia menjadi negara eksportir.
Sayang, pilihan prorakyat ini sering
ditunggangi oknum dengan memanfaatkan keberpihakan Pemerintah untuk kepentingan
sendiri. Usul rehabilitasi saluran irigasi yang parsial dengan harga satuan
(unit cost) yang amat tinggi, pemilihan lokasi rehabilitasi yang tidak tepat,
sehingga investasi yang dikeluarkan Pemerintah tidak memberi hasil maksimum.
Pertanyaannya: apa yang harus dilakukan Pemerintah agar ekspor beras bisa
terwujud dengan biaya terjangkau?
IP Padi 400
Pengembangan indeks pertanaman padi 400
(IP Padi 400) merupakan pilihan menjanjikan guna meningkatkan produksi padi
nasional tanpa memerlukan tambahan irigasi luar biasa. IP Padi 400 artinya
petani dapat panen padi empat kali setahun di lokasi yang sama. Konsekuensi
pengembangan IP Padi 400, diperlukan empat pilar pendukung. Pertama, produksi
benih super genjah dengan umur kurang dari 80 hari. Kedua, dukungan
pengendalian hama terpadu (PHT). Ketiga, pengelolaan hara terpadu. Keempat,
manajemen tanam dan panen yang efisien.
Dasar pertimbangan pengembangan IP Padi
400, dengan tersedianya varietas super genjah, maka selain dapat memaksimalkan
IP Padi 400 juga untuk mendongkrak IP padi antara 50-150 pada lahan tadah
hujan, irigasi pedesaan, dan irigasi sederhana. Artinya, akan ada tambahan
panen 1-3 kali di lahan sawah.
IP Padi 400 dapat memecah kejenuhan
peningkatan produksi (levelling off)
dalam peningkatan produksi beras nasional (P2BN), bahkan Indonesia dapat
memenuhi kebutuhan pangan dengan lahan yang sama sampai 25 bahkan 50 tahun
mendatang.
Pertimbangannya, para pemulia tanaman (breeder) Indonesia berhasil mengubah
padi berumur 180 hari (6 bulan) dengan produksi 2-3 ton/ha menjadi berumur 105
hari dengan produktivitas 6-8 ton/ha seperti padi lokal beras meras Aek
Sibundong varietas lokal Sumatera Utara. Logikanya, melalui persilangan
konvensional, marka molekuler, iradiasi para pemulia dapat memperpendek umur
padi 105 hari menjadi kurang dari 80 hari dengan produktivitas yang sama.
Saat ini Balai Besar Penelitian Padi
Badan Litbang Pertanian telah memiliki galur (calon varietas) dengan umur 85
hari meski produktivitasnya masih di bawah lima ton. Artinya, melalui satu
tahapan lagi pemulia akan mampu menghasilkan padi berumur pendek dengan
produktivitas tinggi. Keberhasilan ini diperkirakan akan menjadi kulminasi ke
dua revolusi hijau produksi padi. Untuk mendukung pengembangan IP Padi 400,
kini sedang dilakukan deliniasi wilayah potensial peningkatan IP Padi 400 dan
wilayah lain yang dapat dikembangkan IP Padinya agar ekspor beras dapat segera
terwujud.
Para ahli di bidang hama dan penyakit,
nutrient manajemen, dan pascapanen serta pengolahan hasil dituntut bekerja
keras agar implementasi IP Padi 400 dapat dikembangkan.
(di muat di Harian Umum Kompas – 18 Desember 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar