Peningkatan
kebutuhan pangan terjadi akibat pertambahan penduduk yang relatif tinggi (1,38
persen/tahun) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semua pihak perlu
mewaspadai fenomena itu.
Paling tidak ada tiga komoditas pangan
nonberas yang perlu dicermati terkait peningkatan permintaan sehingga bisa
mendorong keter-gantungan berlebihan atas bahan pangan impor. Gandum, tetua
ayam ras (grand parent stock) baik pedaging maupun petelur serta ternak sapi,
merupakan tiga komoditas utama yang kini menjadi perhatian publik dan Pemerintah
karena ledakan permintaannya.
Peningkatan permintaan gandum dan daging
ayam broiler yang besar akibat promosi dan layanan antar yang amat militan dan
didukung industri hulu dan hilir perusahaan multinasional yang tangguh. Kondisi
ini diperburuk terbatasnya edukasi media tentang hidup sehat atas pangan
berbasis terigu dan daging ayam ras pada kelompok usia produktif dan anak anak.
Adapun lonjakan peningkatan impor sapi
hingga kini terjadi akibat kebijakan Pemerintah untuk mengimplementasikan
pelarangan pemotongan betina produktif agar sapi yang dipotong memenuhi potensi
bobot potong ideal.
Pilihan ini harus diambil karena dalam jangka panjang akan menyelamatkan populasi ternak sapi dan peningkatan produksi daging sapi untuk keluar dari perangkap impor sapi, daging, dan jeroan sapi.
Pilihan ini harus diambil karena dalam jangka panjang akan menyelamatkan populasi ternak sapi dan peningkatan produksi daging sapi untuk keluar dari perangkap impor sapi, daging, dan jeroan sapi.
Terigu
dan Ayam
Menyikapi situasi permintaan terigu yang
terus melonjak, Pemerintah menggenjot diversifikasi dengan produk tepung
non-terigu berbasis komoditas lokal utamanya umbi-umbian dengan fortifikasi
agar kompetitif terhadap gandum. Hal ini harus dilakukan karena agro-ekologi
untuk tanaman gandum tidak banyak tersedia di Indonesia. Dengan harga jual
pangan berbahan nonterigu lebih murah, edukasi dan promosi hidup sehat yang
lebih gencar, diharapkan dalam jangka menengah, tepung non-terigu akan mampu
bersaing melawan terigu yang kini mendominasi pangan non-beras.
Sementara untuk mengatasi ketergantungan
atas ayam ras, Pemerintah mendorong swasta mengimpor great grand parent stock (GGP) atau pure line agar jaminan produksi ayam usia sehari (day old
chick/DOC) dapat dipastikan dalam kurun waktu lima tahun. Secara simultan
penelitian dan pengembangan ayam lokal terus diintensifkan.
Semua pihak harus mewaspadai kampanye
hitam atas ayam buras yang dituduh sebagai penyebar virus avian influenza
seperti banyak dilansir media selama ini. Padahal, kita tahu, Indonesia
merupakan salah satu pusat domestikasi ayam di dunia. Ayam buras/kampung
merupakan jaring pengaman sosial yang amat strategis guna mengeluarkan
Indonesia dari perangkap pangan dan kemiskinan.
Itu sebabnya ada pihak yang ingin
menghancurkan ayam buras Indonesia dengan berbagai modus. Padahal, 60 persen
populasi ayam buras tahan terhadap avian influenza. Maka, amat tidak adil jika
dimusnahkan dengan peraturan daerah (perda).
Produk Lokal
Untuk melepaskan Indonesia dari perangkap
pangan, maka perlu dilakukan (i) bagaimana semua pihak menggunakan produk
pangan lokal dengan semua konsekuensinya; (ii) bagaimana menurunkan
ketergantungan/ketagihan atas bahan pangan utama gandum agar cepat dan pasti,
ketergantungan pangan dapat direduksi secara signifikan.
Kita perlu belajar dari negara kaya yang
teknologinya maju, seperti Jepang dan Korea Selatan. Mereka tetap bangga
menggunakan produk telepon seluler dan mobil sendiri tanpa terpengaruh produk
lain meski lebih canggih. Harga diri bangsa menjadi taruhan terakhir dalam
melepaskan diri dari perangkap pangan.
India juga merupakan teladan bagaimana
keluar dari perangkap pangan dan menjadi negara industri. Kebijakan Pemerintah
dalam importasi pangan, penetapan tarif, dan keberpihakan terhadap petani sudah
menunjukkan hasilnya meski harus diakui masih memerlukan tenaga, waktu, dana,
dan pengawalan kontinu.
Kini, pertarungan pasar atas bahan pangan
impor sudah tidak berbatas sehingga yang kuat kian kuat dan yang lemah kian
tergilas. Maka, badan penelitian dan pengembangan pertanian memberi prioritas
utama dalam pengembangan benih, bibit, pupuk, dan alat pada tahun anggaran 2008
agar Indonesia secara bertahap keluar dari perangkap pangan.
Lompatan produksi pangan nonterigu, ayam
buras, dan sapi pasti dapat dilakukan dalam 3-5 tahun ke depan jika semua pihak
secara konsisten melindungi pertanian dan petani kita.
(di muat di Harian Umum Kompas – 4 September 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar