Suka atau tidak, ratifikasi perdagangan
bebas (FTA) ASEAN dan Cina melalui Kepres 48/2004 harus dijalani. Pemerintah
berpandangan optimis bahwa kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi dapat
digenjot meskipun ada saja pengusaha dan lembaga swadaya masyarakat yang
khawatir dengan liberalisasi ini melalui berbagai argumennya. Faktanya, tahap
awal sektor pertanian menghasilkan trade balance 2.4 milliar dolar AS
dibandingkankan impornya 800 juta dolar AS.
Komoditas kelapa sawit, karet, kakao,
kopra, dan buah eksotik tropika (salak, mangga, manggis, dan duku) merupakan
penyumbang devisanya. Bawang putih, bawang merah, jeruk mandarin, apel, pir,
dan leci merupakan komoditas yang diimpor dari Cina. Apakah surplus saja sudah
cukup menjadi argumen bahwa perdagangan bebas ASEAN Cina menguntungkan?
Pertanyaan fundamentalnya: mampukah Indonesia meningkatkan dan memanfaatkan trade balance positif untuk mengatasi
peningkatan penganggur-an, kemiskinan, dan gejolak sosial dari subsektor yang trade balance-nya negatif akibat kuatnya
serbuan produk Cina? Apa persiapan Pemerintah agar produk pertanian domestik
dapat menembus pasar Cina?
Keperkasaan produk pertanian Cina sudah
terbukti ketangguhannya di berbagai belahan dunia. Selain mampu menembus pasar
Amerika, Eropa, dan negara-negara maju lainnya yang penguasaan teknologinya
sangat tinggi, produk Cina juga tangguh dalam menerobos blokade barang yang
dihasilkan negara yang upah buruhnya murah, seperti Vietnam, Indonesia, dan
negara-negara di Afrika. Subsidi langsung, proteksi, serta dukungan sarana dan
prasarana pertanian, seperti traktor, pupuk, pestisida, jalan, dan pelabuhan,
menyebabkan biaya produksi produk pertanian Cina sangat murah dan mampu
melabrak produk kompetitornya. Implikasinya, produk pertanian impor yang
menjadi kompetitor produk pertanian Cina akan sulit masuk karena kalah
bersaing.
Pembangunan pertanian Indonesia sudah
mulai melakukan seperti halnya reformasi pertanian yang dilakukan Cina melalui
subsidi pupuk, bantuan langsung benih unggul, bantuan langsung pupuk organik,
dan penerapan harga pokok pembelian Pemerintah/HPP. Hal mendasar yang
membedakan antara Indonesia dan Cina adalah target subsidi. Cina secara
menakjubkan mampu menyusun basis data sektor pertanian dan mengubah pola
subsidi dari kelompok petani ke keluarga petani.
Perubahan fundamental ini menyebabkan
subsidi langsung mengena ke sasaran langsung, yaitu petani, sehingga dampaknya
terhadap peningkatan produksi serealia Cina sangat signifikan.
Indonesia masih melakukan subsidi pupuk
ke pabrik pupuk. Subsidi benih ke produsen benih BUMN karena belum diberikan
langsung ke masyarakat. Indonesia mengalami kesulitan untuk menetapkan definisi
petani, apakah pemilik lahan, penyewa, atau penggarap?
Perubahan kepemilikan lahan yang cepat
juga menyebabkan pemutakhiran data petani akan sulit dilakukan. Kalaupun dapat,
itu memerlukan biaya, tenaga, dan waktu yang sangat besar. Penghapusan sumbatan
birokrasi secara gemilang berhasil dilakukan secara massal di Cina sehingga high cost ekonomi dapat dieliminasi.
Indonesia mengalami kesulitan besar karena setiap birokrasi memiliki simpul
yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi. Itulah sebabnya ditemukan fakta lapangan
bahwa biaya angkut jeruk dari Cina ke Jakarta jauh lebih murah dibandingkan
biaya angkut jeruk dari Medan ke Jakarta. Bagaimana Indonesia mampu bersaing
kalau kondisi tersebut tidak dapat diselesaikan?
Dalam jangka pendek, Indonesia perlu
fokus pada pengembangan komoditas eksotik hortikultura, ternak, dan tanaman
pangan. Selain sesuai kondisi setempat, masyarakat sudah terbiasa mengelola
komoditas dan lahan serta sumber daya airnya. Hasilnya, biaya produksinya rendah
dan kualitasnya maksimal sehingga daya saingnya tinggi. Penguatan daya saing
produk pertanian Indonesia dapat diperkuat melalui aplikasi empat filter yang
diakui internasional agar dapat mereduksi dampak negatif FTA ASEAN dan Cina:
(i) sanitary and phytosanitary; (ii) codex for alimentation; (iii) komoditas
sangat sensitif; serta (iv) pangan segar, aman, sehat, utuh, dan halal.
Ketentuan karantina untuk tidak mengizinkan
daun bawang merah dan akarnya masuk ke Indonesia karena mengandung penyakit
terbukti efektif memfilter masuknya bawang merah impor sekaligus menjaga
stabilitas harga bawang merah domestik saat panen raya. Selain biaya potong
daun dan akar mahal, aroma bawang juga berkurang dan tidak tahan lama sehingga
praktis impor terhenti. Padahal, membanjirnya bawang impor saat panen raya yang
memukul produk bawang merah lokal selalu terjadi. Penerapan codex for alimentation juga dipastikan
akan mereduksi produk pertanian impor yang dapat masuk di Indonesia.
Komoditas high sensitive list, seperti beras, jagung, kedelai, dan gula,
tarifnya diturunkan pada 1 Januari 2015. Sementara itu, komoditas sensitive list, yaitu cengkeh dan tembakau, baru diturunkan tarifnya sebesar
20 persen pada 1 Januari 2012.
Artinya, komoditas yang menyangkut
hajat hidup orang banyak dilindungi. Ketentuan impor buah segar juga akan
mereduksi secara signifikan buah impor yang selama ini membanjiri pasar buah di
Indonesia.
(di muat di Harian
Umum Republika, 1 Februari 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar