Modernisasi Pertanian Indonesia Penulis : Dr. Ir. H. Gatot Irianto, MS., DAA. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Edisi, Juli 2014 ISBN : 976-602-71083-0-1 |
Rabu, 20 Agustus 2014
MODERNISASI PERTANIAN INDONESIA
kata kunci:
inovasi,
mekanisasi pertanian,
modernisasi pertanian,
pertanian,
sumber daya manusia,
usaha tani
Selasa, 12 Agustus 2014
Kedaulatan Lahan dan Pangan - Mimpi atau Nyata
Kedaulatan Lahan & Pangan Mimpi atau Nyata Penulis : Dr. Ir. Gatot Irianto, MS., DAA. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Edisi Pertama, Desember Tahun 2013 ISBN : 978-979-246-127-5 |
kata kunci:
alih fungsi,
impor,
kepemilikan lahan,
konversi lahan,
lahan,
pangan
Senin, 11 Agustus 2014
PERTANYAAN SEORANG ANAK PETANI
Beberapa pertanyaan ini saya goreskan ketika hati ini
sedih dan geram karena gelombang globalisasi perdagangan pangan semakin
menggerogoti dan menghancurkan eksistensi petani di segala lini. Pertanyaan
selanjutnya muncul dari naluri anak seorang petani yang melihat peluang usaha
pemberdayaan petani yang dibiarkan berlalu, sehingga nasib petani belum
beranjak baik dengan posisi tawar yang kuat seperti yang terjadi di Negara-negara
maju.
Deraan liberalisasi pangan telah menimbulkan ambivalensi
antara kesetaraan memperoleh akses pangan dengan harga yang sehat dan dumping
yang mempunyai daya bunuh dan tumpas terhadap kompetitor yang luar biasa.
Gotong royong
sebagai nilai luhur falsafah bangsa yang lembut terpaksa harus bertempur
melawan individualisme yang menjadi inti neoliberalisme. Sebagai pertarungan
ekonomi dan budaya, maka dipastikan pangan global akan mengeliminasi pangan
lokal kita. Hancurnya sistem produksi kedelai nasional, anjloknya harga wortel,
bawang merah, bawang putih merupakan teladan konkretnya. Ironisnya, masih ada
saja yang mengatakan, daripada membeli produk dalam negeri mahal, lebih baik
impor dengan harga yang murah.
Tengoklah di
supermarket, sebagian besar didominasi buah impor murah sarat dumping.
Tragisnya, pembelinya pegawai negeri bahkan pejabat Pemerintah yang nota
benenya digaji dari pajak yang dikutip dari petani sebagai salah komponen
masyarakat. Sadarkah kita bahwa pola konsumsi produk impor minded pimpinan
nasional (formal maupun nonformal) akan menjadi trend setter masyarakat?.
UJIAN AKHIR SBY-JK
Perlu diingat, pangan adalah urusan perut
yang tidak bisa ditawar sebagaimana urusan politik. Ketersediaan yang cukup dan
akses yang memadai adalah dua kata kuncinya. Pengalaman menunjukkan, masyarakat
miskin rela mempertaruhkan nyawa sekadar untuk memenuhi isi perut, dan bukan
untuk memperkaya diri. Fenomena ini perlu diwaspadai jika Pemerintahan SBY-JK
jika ingin lulus ujian akhir sebelum menyelesaikan masa jabatannya.
Daya tahan Pemerintahan SBY-JK terus
menghadapi ujian berat, mulai bencana tsunami, separatisme Aceh, ancaman
terorisme, bencana alam yang beruntun, gejolak moneter, melambungnya harga
minyak, hingga persoalan BLBI. Agaknya, segala cobaan ini belum akan berakhir.
Masih ada masalah fundamental yang perlu diselesaikan secara mendasar dan
simultan di akhir Pemerintahannya, yaitu persoalan kedaulatan pangan (produksi,
ketersediaan, dan akses pangan) serta lapangan kerja bagi masyarakat miskin dan
mendekati miskin (near poor).
kata kunci:
beras,
harga,
pangan,
pemerintah
MEWASPADAI KETIDAKADILAN HARGA BERAS
Predikat
sebagai komoditas strategis dan politik yang disandang beras tampaknya justru
menjadikan komoditas ini sarat intervensi yang lebih banyak madarot-nya
dibandingkan manfaatnya. Begitu banyaknya intervensi ekonomi dan politik Pemerintah
melalui Departemen Perdagangan dan Bulog ditambah lagi intervensi swasta
melalui tengkulak menyebabkan petani selalu mengalami ketidakadilan harga saat
panen raya. Petani yang sebagian besar miskin ”terpaksa dan dipaksa” menerima
”harga senyatanya dan bukan harga yang seharusnya” (harga pokok pembelian Pemerintah/HPP).
Ironisnya lagi, mengapa hanya beras saja yang diperlakukan tak adil, sementara
harga kedelai dan minyak goreng lebih mudah disesuaikan?
Mengapa disparitas harga beras dalam dan
luar negeri yang mencapai Rp 1.800 tidak bisa dinikmati petani?
Minggu, 10 Agustus 2014
EKSPLOSI PENDUDUK DAN ANCAMAN KELAPARAN
Ketersediaan lahan untuk usaha pertanian merupakan syarat absolut untuk membangun kedaulatan pangan. Tanpa adanya perubahan politik atas akses dan penguasaan lahan, maka kedaulatan pangan hanya menjadi retorika dan cita cita tanpa realita sampai kapanpun juga. Indonesia hanya memiliki luas lahan sawah 8,1 juta hektar (BPS, 2012). Sekalipun subur, dengan laju konversi dari sawah menjadi bangunan, dan dari sawah menjadi perkebunan, menjadikan pasokan pangan berada dalam ancaman di depan mata. Ironisnya, para pihak sebagai pengambil kebijakan cenderung mengabaikan situasi kritikal tersebut. Cepat dan pasti apabila dibiarkan dan tanpa ada langkah radikal, maka Indonesia yang sedang mengalami ekplosi penduduk dipastikan menghadapi ancaman kelaparan.
HAK DASAR ATAS IKLIM
Tuntutan
demokratisasi lingkungan (environmental
democratization) dipastikan kian menguat. Konflik yang terjadi akibat
tekanan negara maju atas negara pemilik hutan dan desakan negara berkembang
terhadap negara industri penyebab utama pemanasan global harus secepatnya
diselesaikan.
Diperlukan sikap menerima dan memberi
dari kedua pihak agar tidak menimbulkan perselisihan terbuka yang justru
merugikan nasib penghuni planet Bumi itu sendiri. Pertanyaannya, prasyarat apa
yang diperlukan agar negosiasi dua kutub berseberangan mencapai titik temu?
kata kunci:
emisi gas,
iklim,
lingkungan,
pemanasan global
BANJIR EKSEPSIONAL
Istar
Husain, seorang warga Banglades, menggambarkan bencana banjir yang mendera
negerinya tahun 2007 dengan teramat getir: "Begitu banyak hujan saat ini
yang menghanyutkan tepian sungai dengan cepat. Tidak ada tempat yang dapat
dituju karena lahan kami menjadi sungai dan kini kami tak punya apa-apa
lagi."
Ilustrasi di atas relevan karena sama
persis dengan yang dialami ratusan ribu atau bahkan jutaan warga Indonesia saat
ini. Banjir yang menerjang sebagian besar kabupaten di Indonesia saat ini
sungguh luar biasa.
Manusia terseret arus, tertimbun lumpur,
dan terkubur hidup- hidup. Korban tewas terus berjatuhan, nyawa seakan tidak
berharga, sawah dan permukiman mereka berantakan diterjang banjir. Bendung
jebol, jembatan ambruk, jalan tertutup air dengan aliran yang sangat deras
sehingga transportasi dan urat nadi perekonomian terputus.
Biaya tambahan akibat banjir ini harus
ditanggung dan dibayar warga miskin, termasuk akibat kacaunya pasokan dan harga
bahan pangan.
kata kunci:
banjir,
pemerintah
MALAPETAKA BANJIR
Belum pulih sawah dan permukiman yang rusak diterjang
banjir Bengawan Solo pada awal 2008 masyarakat sudah dikejutkan oleh banjir
bandang yang melanda Pasuruan dan Bondowoso. Banjir kali ini menerjang
permukiman, persawahan, serta memutus arus transportasi dan urat nadi
ekonomi. Bahkan menelan korban jiwa.
Jakarta juga tidak luput dari amukan Sungai Ciliwung,
Cisadane, dan kali Pesanggrahan, sehingga transportasi dari dan ke Bandara
Soekarno-Hatta lumpuh total dua hari. Pertanyaannya, mengapa malapetaka banjir
terjadi di mana-mana dan terus meningkat baik intensitas, frekuensi, durasi,
lokasi dan korbannya.
Penyelesaian menyeluruh masalah banjir mutlak
diperlukan, tetapi sebelum itu diformulasikan, terlebih dulu semua pihak perlu
menyepakati faktor penyebab banjir. Selama ini banyak pihak selalu condong dan
berlindung bahwa hujan merupakan faktor determinan penyebab banjir, bukan manusia.
kata kunci:
banjir,
bencana,
bengawan solo,
DAS,
tata ruang
BANJIR, MALAPETAKAN TERENCANA
Awal tahun ini, ada dua perubahan fundamental
karakteristik banjir. Dua-duanya mencemaskan: peningkatan frekuensi dan
peningkatan durasi banjir dua kali dalam satu musim hujan. Hal ini bisa dilihat
saat banjir besar melanda Pati, Blora, Grobogan, dan Juwana, Jawa Tengah. Pada
awal Januari, durasinya 7 hari, sedangkan di awal Februari menjadi 14 hari
lebih. Di Pati dan Juwana, banjir bahkan belum surut meski sudah berlangsung
lebih dari dua minggu.
Sinyal buruk ini mengindikasikan,
bilamana degradasi daerah aliran sungai (DAS) mencapai titik nadirnya, banjir
dapat terjadi sepanjang musim hujan. Petani dan masyarakat miskin korban banjir
akan langsung merasakan akibatnya. Posisi mereka pasti bertambah sulit.
kata kunci:
banjir,
petani,
rakyat miskin,
tutupan lahan
Jumat, 08 Agustus 2014
HAK DASAR ATAS IKLIM
Tuntutan demokratisasi lingkungan (environmental democratization) dipastikan kian menguat. Konflik yang terjadi akibat tekanan negara maju atas negara pemilik hutan dan desakan negara berkembang terhadap negara industri penyebab utama pemanasan global harus secepatnya diselesaikan.
Diperlukan sikap menerima dan memberi dari kedua pihak agar tidak menimbulkan perselisihan terbuka yang justru merugikan nasib penghuni planet Bumi itu sendiri. Pertanyaannya, prasyarat apa yang diperlukan agar negosiasi dua kutub berseberangan mencapai titik temu?
Diperlukan sikap menerima dan memberi dari kedua pihak agar tidak menimbulkan perselisihan terbuka yang justru merugikan nasib penghuni planet Bumi itu sendiri. Pertanyaannya, prasyarat apa yang diperlukan agar negosiasi dua kutub berseberangan mencapai titik temu?
kata kunci:
pemanasan global
BANJIR
Banjir bandang (flash flood) dan genangan (inundation)
makin sering terjadi, tidak mengenal musim, waktu, lokasi, dan korbannya dengan
besaran yang kian mencemaskan. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi
merupakan tantangan terberat dalam pengelolaan banjir. Dampaknya, lahan dan air
dieksploitasi melampaui daya sangganya (buffering capacity), sehingga
mendorong degradasi biofisik daerah aliran sungai (DAS) terus terjadi.
Daerah banjir terus
bergerak meluas dari wilayah urban, peri-urban, sampai perdesaan. Praktis,
hampir semua DAS di Indonesia rawan banjir atau bencana lainnya. Kerugian
akibat banjir dan genangan terus meningkat karena frekuensi banjir besar makin
tinggi.
PEMANASAN GLOBAL DAN PERADABAN
Menurut laporan Panel Antar Pemerintah Perserikatan
Bangsa Bangsa mengenai Perubahan Iklim atau IPCC, telah terjadi kenaikan suhu
minimum dan maksimum bumi antara 0,5 - 1,5 derajat Celsius. Peningkatan lebih
ekstrem bahkan terjadi di kota-kota besar padat penduduk, dengan polusi udara
tinggi dan eksploitasi air tanah berlebihan. Kenaikan itu terjadi pada suhu
minimum dan maksimum di siang maupun malam hari antara 0,5 sampai 2,0 derajat
Celsius.
kata kunci:
gas rumah kaca,
pemanasan global
PERSIAPAN MENGHADAPI KEKERINGAN
Debat besar selalu terjadi
setiap terjadi kekeringan. Pertanyaan tentang besaran kekeringan yang selalu
mengemuka adalah: daerah mana saja dan berapa luas areal yang mengalami
kekeringan? Sampai kapan kekeringan terjadi? Bagaimana dampaknya? Berapa
penurunan produksinya? Bagaimana prediksi dan peringatan dininya serta mau
dibawa kemana kekeringan itu?
kata kunci:
anomali suhu,
kekeringan,
puso
SISTEM DETEKSI DINI KEKERINGAN
Berdasarkan perbedaan orientasi dan
keragaman kepentingan terhadap terjadinya kekeringan, maka Pemerintah perlu
menyediakan data dan informasi kekeringan serta dampaknya secara real time agar
dapat dimanfaatkan seluruh kepentingan pemangku kepentingan (stakeholder) sebagai bagian dari
pelayanan masyarakat (public services).
kata kunci:
kekeringan,
mitigasi,
sistem deteksi dini
BELAJAR DARI KRISIS EKONOMI JILID TIGA
Ada tiga pelajaran penting yang harus
dicermati dengan tiga krisis ekonomi tahun 1965, 1997/1998, dan 2005. Pertama,
tren besaran krisis. Kedua, dampak krisis terhadap kedaulatan ekonomi. Ketiga,
faktor penyebab krisis.
Apabila pendekatan penanganan krisis kali
ini tidak mengalami perubahan fundamental, dipastikan krisis ekonomi jilid
empat akan terjadi dengan intensitas makin kuat. Frekuensinya pun lebih
singkat, durasi dan waktu recovery
lebih lama, serta dampak yang jauh lebih dahsyat.
kata kunci:
dampak krisis,
kedaulatan ekonomi,
krisis ekomomi
MENYOAL HAK GUNA PAKAI AIR DAN DAMPAKNYA
SETELAH pertambangan dan kehutanan
diprivatisasi dan diliberalisasi, maka air merupakan target berikutnya apabila
Mahkamah Konstitusi menolak gugatan judicial review Nomor 059-060/PUU-II/2004
yang diajukan oleh 868 warga negara Indonesia dan 16 organisasi masyarakat.
kata kunci:
kekayaan alam,
perlindungan hukum,
Sumber Daya Air
BANJIR DAN GENANGAN EKSEPSIONAL
Banjir dan genangan yang terjadi di
sebagian wilayah Aceh, Sumatra Utara dan Riau dipastikan bukan merupakan banjir
dan genangan biasa, tetapi merupakan kejadian yang luar biasa.
Pantauan satelit menunjukkan bahwa banjir
terjadi akibat tingginya curah hujan yang terakumulasi dan tidak dapat drainase
sehingga menyebabkan terjadinya genangan. Paling tidak ada empat argumen
mengapa banjir dan genangan kali ini dikatakan luar biasa, yaitu waktunya,
besarannya, lokasinya, dan kerugiannya.
BERSAMA (siapa) BISA SWASEMBADA
Pemerintah telah memutuskan bahwa target produksi beras
tahun 2007 adalah peningkatan 2 juta ton beras lebih tinggi dibandingkan
produksi tahun 2006 dan secara bertahap naik 5 persen tiap tahun.
kata kunci:
beras,
lahan,
swasembada
BANJIR DAN DERITA RAKYAT MISKIN
Jakarta banjir. Dan banjir kali ini
merupakan pengulangan kejadian serupa, lima tahun lalu (2002).
Sayang, meski merupakan kejadian
periodikal, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kurang melakukan antisipasi
memadai. Korban dan penerima dampak adalah rakyat miskin karena permukiman,
akses jalan, dan infrastruktur porak poranda.
kata kunci:
banjir,
infrastruktur,
rakyat miskin
PROYEK BANJIR DAN BANJIR PROYEK
Sungguh sangat ironis, menyedihkan dan memalukan, di
saat banyak orang menderita, ada pihak lain yang menjual derita demi kepentingan
dan keuntungan pribadi sesaat. Kalimat ini tidak dimaksudkan untuk menyinggung
para relawan yang tidak kenal lelah, membantu korban banjir.
Pelestarian proyek banjir ini secara fisik sulit
dibuktikan, tetapi menilik dari pendekatan pengelolaan, metode penanggulangan,
tingginya besaran dan korban banjir, indikasinya sangat kuat.
kata kunci:
banjir,
kapasitas tampung,
pembebasan lahan,
penanggulangan banjir
PANGAN MURAH: PERTARUNGAN ANTARA IMPOR DAN EKPOR?
Pangan mahal karena diekspor dan pangan murah karena impor dengan harga Dumping sedang bertarung untuk menentukan siapa pemenang dan korbannya. Jawaban atas pernyataan tersebut diuji saat ini dengan melambungnya harga minyak goreng dan susu di atas batas psikologis.
kata kunci:
ketergantungan pangan,
negara agraris,
perlindungan
KEKERINGAN DAN KONFLIK AIR
Musim kemarau kali ini terasa sangat
terik, tidak saja pada siang hari, melainkan juga pada malam hari. Petani yang
menanam gadu ilegal menjerit kekeringan, sementara yang di hulu menganggap
musim kemarau sebagai periode ideal untuk meningkatan produktivitas dan
pendapatan. Mengapa kekeringan terus berulang dengan besaran terus meningkat?
Seperti apa potret kekeringan yang sebenarnya terjadi di lapangan, dan
bagaimana solusi menyeluruhnya?
kata kunci:
kekeringan,
Kemarau,
pengisian air,
puso
MENYELESAIKAN KONFLIK PANGAN
Masih
ada satu masalah dan ancaman fundamental yang perlu diselesaikan secara
mendasar pada akhir Pemerintahan sekarang, yaitu masalah kedaulatan pangan
(produksi, ketersediaan, dan akses pangan) terutama pascapanen raya dan
implikasinya terhadap kemiskinan.
Tekanan atas gejolak dan harga pangan dunia ini sulit dihindari Indonesia sebagai konsekuensi globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang dimotori negara-negara maju untuk melakukan kolonisasi ekonomi baru atas negara berkembang dan miskin.
Tekanan atas gejolak dan harga pangan dunia ini sulit dihindari Indonesia sebagai konsekuensi globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang dimotori negara-negara maju untuk melakukan kolonisasi ekonomi baru atas negara berkembang dan miskin.
Pertanyaan fundamentalnya, akankah
gejolak pangan nasional terjadi pascapanen raya? Gejolak harga empat komoditas
pangan utama dunia, terigu, kedelai, jagung, dan beras, saat ini telah menyeret
Indonesia memasuki pusaran gejolak ekonomi dan politik global dengan masyarakat
miskin sebagai korban utamanya. Harga beras dunia yang menyentuh 745 dolar AS
menyebabkan posisi Pemerintah terjepit, antara meningkatkan pendapatan petani
dan meredam kemiskinan.
kata kunci:
beras,
harga,
pangan,
pemerintah,
petani
INDONESIA MENJADI EKSPORTIR BERAS?
Pernyataan
sekaligus pertanyaan ini sangat menggelitik karena Pemerintah melalui Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian akan meluncurkan Pekan Padi Nasional
(PPN) III yang akan dibuka Presiden tanggal 24 Juli 2008.
Melalui PPN III ditampilkan kemajuan
terkini (state of the art) teknologi padi dan budidayanya mendukung
peningkatan produksi padi nasional.
Keberhasilan ini terefleksi dari
keberhasilan program peningkatan produksi beras nasional (P2BN) yang mampu
mendongkrak peningkatan produksi padi 4,98 persen (tahun 2007) dan 4,76 persen
(angka ramalan/ARAM II 2008).
Padahal, kita mencatat luas alih fungsi lahan yang mencapai 80 ribu hektare per tahun baru diimbangi pencetakan sawah 25 ribu hektare pada tahun 2007.
Padahal, kita mencatat luas alih fungsi lahan yang mencapai 80 ribu hektare per tahun baru diimbangi pencetakan sawah 25 ribu hektare pada tahun 2007.
Data statistik ini diperkuat dengan masih
stabilnya harga beras dalam negeri pada aral (level) yang jauh lebih murah
dibandingkan harga beras di pasar internasional. Pertanyaannya, dengan
keberhasilan fantastis yang dicapai tahun 2007 dan 2008, mampukah Indonesia
menjadi eksportir beras dunia? Kalau ya, bagaimana dan kalau tidak mengapa?
kata kunci:
beras,
padi,
pangan,
pemerintah,
varietas
WASPADA TERHADAP KRISIS DAN KONFLIK AIR
Krisis
ekonomi telah makan korban Pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden
Soeharto. Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat ini harus
bergulat keluar dari lubang jarum ''akses energi'' yang menyeret ke krisis
ekonomi dan pangan akibat melambungnya harga minyak dunia.
Krisis ekonomi telah makan korban Pemerintahan
Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Sementara itu, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada saat ini harus bergulat keluar dari lubang jarum ''akses
energi'' yang menyeret ke krisis ekonomi dan pangan akibat melambungnya harga
minyak dunia. Energi Pemerintah praktis habis terkuras untuk mencari solusi
pemenuhan energi agar terjangkau masyarakat miskin. Krisis dengan magnitude
lebih dahsyat dipastikan terjadi bila krisis air mengemuka, karena pasti
diikuti krisis pangan dan kesehatan dengan efek sistemik dan permanen.
Menjadi menyeramkan lagi jika bersamaan
dengan itu, terjadi krisis energi dan krisis ekonomi. Konflik vertikal,
horizontal, dan diagonal dengan korban masyarakat miskin merupakan dampaknya.
Skenario terjadinya krisis energi, air, dan pangan secara simultan disadari
benar oleh Pemerintahan SBY-JK.
kata kunci:
adaptasi,
air,
iklim,
kekeringan,
krisis ekomomi,
perubahan iklim,
rawan
KELUAR DARI PERANGKAP PANGAN?
Peningkatan
kebutuhan pangan terjadi akibat pertambahan penduduk yang relatif tinggi (1,38
persen/tahun) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semua pihak perlu
mewaspadai fenomena itu.
Paling tidak ada tiga komoditas pangan
nonberas yang perlu dicermati terkait peningkatan permintaan sehingga bisa
mendorong keter-gantungan berlebihan atas bahan pangan impor. Gandum, tetua
ayam ras (grand parent stock) baik pedaging maupun petelur serta ternak sapi,
merupakan tiga komoditas utama yang kini menjadi perhatian publik dan Pemerintah
karena ledakan permintaannya.
Peningkatan permintaan gandum dan daging
ayam broiler yang besar akibat promosi dan layanan antar yang amat militan dan
didukung industri hulu dan hilir perusahaan multinasional yang tangguh. Kondisi
ini diperburuk terbatasnya edukasi media tentang hidup sehat atas pangan
berbasis terigu dan daging ayam ras pada kelompok usia produktif dan anak anak.
Adapun lonjakan peningkatan impor sapi
hingga kini terjadi akibat kebijakan Pemerintah untuk mengimplementasikan
pelarangan pemotongan betina produktif agar sapi yang dipotong memenuhi potensi
bobot potong ideal.
kata kunci:
ketahanan pangan,
pangan
HIKMAH DI BALIK SUPER TOY HL-2
Hikmah apa yang berada di balik kontroversi dan polemik Super
Toy HL-2?
Paling tidak ada dua manfaat yang bisa
dipetik. Pertama, masyarakat dididik bagaimana menghasilkan varietas unggul
dengan risiko finansial dan sosial yang harus ditanggung inventor. Kedua,
kearifan lokal masyarakat Indonesia dalam merakit varietas baru dengan bahan
induk (tetua) yang amat menakjubkan.
Masyarakat bisa mengetahui betapa panjang
dan lama sebuah varietas padi unggul dihasilkan, termasuk biaya, tenaga, dan
waktu. Sebagai gambaran, satu varietas baru dihasilkan dari screening
terstruktur 40-50 galur (calon varietas) sehingga seorang pemulia padi (perakit
varietas baru) harus menyiapkan kombinasi persilangan yang banyak untuk diuji
di lapangan. Diperlukan koleksi plasma nutfah (bank gen) yang memadai agar
pemulia padi dapat mengintegrasikan sifat-sifat unggul untuk mengatasi berbagai
masalah budidaya.
Ketahanan terhadap cekaman lingkungan
(kekeringan, kebanjiran), daya hasil yang tinggi, umur pendek, tahan hama dan
penyakit utama (penggerek batang, wereng batang coklat), rasa pulen, kandungan
vitamin tinggi, dan banyak lagi.
Menariknya, Super Toy HL-2 dihasilkan
oleh seorang petani lulusan STM, padahal tugas itu biasanya dilakukan oleh
pemulia (breeder) dengan pendidikan
S-2 bahkan S-3.
ANTISIPASI BANJIR BENGAWAN SOLO
Bengawan Solo kembali mengamuk, membalas dendam lama
atas eksploitasi, destruksi, dan keserakahan manusia. Jembatan dan akses jalan
putus. Permukiman, sawah, jalan di hulu (Sragen, Madiun) dan hilir (Lamongan,
Tuban, Bojonegoro) terendam banjir. Rakyat miskin kedinginan, lapar, stres,
bahkan terkubur hidup-hidup ditimbun tanah longsor. Tanaman puso, penyakit
mewabah, menyebabkan mereka yang sudah tidak berpunya semakin merana.
kata kunci:
banjir,
bengawan solo,
ekosistem,
pemerintah,
sampah,
sungai
BANJIR, SIAPA PUNYA?
Areal
banjir baru terus tumbuh dan berkembang, bahkan kian tidak terkendali. Maka,
menjadi aneh jika ada wilayah Indonesia aman terhadap banjir.
Dampak banjir menguras habis energi,
tenaga, waktu, serta dana masyarakat dan Pemerintah untuk membentuk tanggap
darurat maupun penanganan pascabanjir. Diperkirakan, stimulus ekonomi Rp 51
triliun yang dirancang Pemerintah untuk meredam dampak krisis keuangan global
akan tereduksi, bahkan tersedot akibat banjir.
Mengapa komitmen, kesadaran, dan kemauan
kita untuk menyelamatkan peradaban manusia, termasuk peradaban ekonomi, sosial,
dan budaya belum tumbuh signifikan, bahkan sebaliknya justru kian mencemaskan?
Pertanyaan berikut, banjir itu milik siapa, bagaimana mengatasinya?
kata kunci:
banjir,
masyarakat,
pemerintah
BOBOLNYA SITU GINTUNG
Apa pun konsekuensinya dan berapa pun biayanya, Pemerintah
perlu menyisir dan mengurai secara tuntas dan rinci akar masalah jebolnya
reservoir Situ Gintung agar kejadian serupa tidak terjadi pada kemudian hari.
MENGAMATI KETAHANAN PANGAN KITA
Mengapa
El Nino begitu mencemaskan sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono perlu
khusus menggelar rapat koordinasi terbatas?
Ada
dua argumen yang mendasari. Pertama, sistem produksi pangan amat sensitif
terhadap El Nino dan pasokan air hujan. Kedua, komitmen kuat Pemerintah
mempertahankan swasembada pangan menuju ekspor pangan berkelanjutan.
Trauma
dampak negatif anomali iklim El Nino memaksa Indonesia mengimpor beras dalam
jumlah amat signifikan.
kata kunci:
beras,
impor,
ketahanan pangan,
pangan
PENYUMBATAN BIROKRASI
Pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu
II, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Pemerintah provinsi, kabupaten, dan
kota mengadakan pertemuan puncak pada 29-30 Oktober 2009.
Targetnya, pertumbuhan 2010 di atas 6,3
persen dan akhir 2014 perekonomian Indonesia tumbuh lebih dari 7,0 persen.
Tahun 2020 terjadi swasembada semua kebutuhan pangan domestik dan ekspor secara
simultan sebagai implementasi visi Pemerintah memberi makan dunia.
kata kunci:
birokrasi,
impor,
pemerintah,
pertanian
KOPENHAGEN MAKIN PANAS
Ada
tiga argumen mengapa Pertemuan Para Pihak (COP) ke-15 di Kopenhagen makin
memanas. Pertama, politik buying time
Amerika Serikat dalam target penurunan emisi dan tenggat waktunya; kedua, efek bola
salju pemanasan global telah merusak lingkungan sehingga terjadi pemanasan
global lebih dahsyat; ketiga, perekonomian dunia yang masih suram sehingga
agenda lingkungan bukan menjadi prioritas utama.
kata kunci:
emisi,
pemanasan global,
pertanian,
perubahan iklim
MEMAKNAI PERDAGANGAN BEBAS ASEAN & CHINA
Macetnya perundingan sektor pertanian
pada putaran Doha yang diprakarsai World
Trade Organization (WTO) telah mendorong liberalisasi sektor pertanian
secara bilateral ataupun regional melalui percepatan penurunan/penghapusan
tarif.
Indonesia telah meratifikasi
perdagangan bebas (FTA) Asean dan China (ACFTA) melalui Keppres 48 Tahun 2004
yang telah berlaku efektif 1 Januari 2010.
Argumennya, pengurangan hambatan
ekonomi dan biaya yang lebih murah akan meningkatkan perdagangan, investasi
intra regional, meningkatkan efisiensi ekonomi, menciptakan pasar lebih besar
dengan kesempatan dan skala usaha lebih besar serta meningkatkan daya tarik
para pihak dalam modal dan kemampuan.
kata kunci:
komoditas,
perdagangan,
pertanian
MASALAH PENEBANGAN LIAR DI DAERAH KONFLIK
Benarkah illegal logging tidak bisa diatasi?
Akankah kali ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono benar-benar tidak akan
kompromi dengan masalah penebangan liar di daerah konflik, seperti Papua dan
Aceh dan bukan sekadar sebagai lip
service?
kata kunci:
illegal logging,
keragaman hayati,
kerusakan
MENGAPA HARGA BERAS MELONJAK?
Sejak pertengahan Desember 2009, harga
beras merambat naik secara konsisten dan diprediksi masih terjadi sampai akhir
Januari. Pertanyaan besar mengemuka: benarkah fenomena ini merupakan fenomena
biasa atau merupakan respons pasar atas pasokan beras yang menurun, karena
panen raya baru terjadi satu sampai dua bulan mendatang. Ketika harga beras naik
sampai dengan awal tahun baru Januari 2010, Pemerintah dan masyarakat masih
bisa memaklumi karena ada dampak dari perayaan hari besar keagamaan dan tahun
baru 2010. Kondisi ini masih dianggap sebagai fenomena biasa dan terjadi secara
reguler. Namun, situasinya menjadi berbeda ketika harga beras terus merambat
naik bahkan mulai melampaui ambang batas psikologis.
DAMPAK PRIVASI AIR MINUM
MESKI masih ada pro dan kontra, cepat dan pasti, RUU privatisasi penyediaan air minum segera disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna DPR hari ini, 19 Februari 2004. Pemerintah bersama DPR memosisikan "swasta" sejajar koperasi, BUMN, dan BUMD dalam sistem penyediaan air minum.
kata kunci:
agroklimat,
air minum,
hidrologi
PERTANIAN DALAM ACFTA
Suka atau tidak, ratifikasi perdagangan
bebas ASEAN dan China melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 merupakan
keniscayaan. Pemerintah optimistis kerja sama ekonomi, perdagangan, dan
investasi dapat digenjot meski ada saja pengusaha yang khawatir dengan
liberalisasi ini dengan berbagai argumennya.
kata kunci:
perdagangan,
pertanian
PERDAGANGAN BEBAS PERTANIAN
Suka atau tidak, ratifikasi perdagangan
bebas (FTA) ASEAN dan Cina melalui Kepres 48/2004 harus dijalani. Pemerintah
berpandangan optimis bahwa kerja sama ekonomi, perdagangan, dan investasi dapat
digenjot meskipun ada saja pengusaha dan lembaga swadaya masyarakat yang
khawatir dengan liberalisasi ini melalui berbagai argumennya. Faktanya, tahap
awal sektor pertanian menghasilkan trade balance 2.4 milliar dolar AS
dibandingkankan impornya 800 juta dolar AS.
kata kunci:
perdagangan,
pertanian,
petani
AMANKAH WADUK JATILUHUR?
Ketika
tinggi muka air atau TMA Waduk Jatiluhur mencapai 108,96 meter dari batas maksimum
115 meter, banyak orang panik, bingung, bahkan muncul isu Waduk Jatiluhur akan
jebol.
kata kunci:
banjir,
jatiluhur,
kekeringan,
waduk
ROAD TO BALI, BUMI MAKIN PANAS
Pembangunan Jalan Tol (GATRA/Wisnu Prabowo) Tanpa
bermaksud apriori, Pertemuan Para Pihak/Conference of Parties/COP Ke-13 bagi
peratifikasi Protokol Kyoto (tanpa Amerika) maupun peserta konvensi (dengan
Amerika) tentang perubahan iklim untuk penurunan dan stabiliasi emisi gas rumah
kaca akan sulit dicapai. Argumennya, sekalipun mengikat secara hukum (legally
binding), karena sifatnya voluntary basis dan saling menguntungkan, maka sangat
sulit menagih komitmen kewajibannya para pihak. Tanpa sanksi yang jelas dan
tegas bagi peratifikasi Protokol Kyoto maupun konvensi memosisikan penurunan
emisi melalui joint implementation scheme, clean development mechanim, emission
trading, dan mekanisme lainnya hanya menjadi wacana.
Penolakan emiter
terbesar Amerika Serikat dengan 36,1% total emisi dunia pada 1990 untuk
meratifikasi Protokol Kyoto tanpa redistribusi ke negara ANNEX 1 menyebabkan
target penurunan emisi yang menjadi tanggung jawab negeri adidaya itu tidak
terjadi. Posisi emisi gas rumah kaca pada saat ini, yang mencapai 20% di atas
emisi tahun 1990, menyebabkan stabilisasi gas rumah kaca ke masa dasar menjadi
sangat berat.
kata kunci:
emisi gas,
perubahan iklim
SUDAHKAH PETANI MERDEKA ?
Pertanyaan mendasar ini mengemuka
karena pada 17 Agustus 2010 ini, kemerdekaan Indonesia genap berumur 65 tahun.
Logika sederhananya, kalau petani Indonesia jumlahnya mencapai 55 persen dari
rakyat Indonesia, kemerdekaan Indonesia otomatis merupakan kemerdekaan petani.
Kalau tidak, siapa sebenarnya yang menikmati kemerdekaan itu?
Pertanyaan selanjutnya, setelah
merdeka, bagaimana kehidupan petani Indonesia? Apakah semakin sejahtera atau
sebaliknya, semakin menderita? Benarkah petani kita semakin tidak berdaya, apa
indikator kuantitatifnya dan bagaimana memerdekakan petani dalam arti yang
sesungguhnya? Merdeka atau menderita?
kata kunci:
pertanian,
petani,
tingkat pendidikan
LAHAN DAN AIR, UNTUK APA DAN SIAPA?
Pertanyaan pada judul itu
pasti dan terus mengemuka ke Pemerintah karena kian banyaknya petani bertanah
air Indonesia tidak memiliki tanah (landless),
termasuk air, sebagai komponen utama kehidupan.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya
peningkatan intensitas kemiskinan masyarakat yang amat sulit ditolong dengan
cara dan dana berapa pun besarnya. Sayang, dalam menyikapi persoalan mendasar
itu, Pemerintah lebih banyak aman (safety
playing) dengan mengedepankan pendekatan teknologi dibandingkan dengan
memecahkan masalah esensialnya, yaitu keadilan lahan dan air.
MEWASPADAI SPEKULASI PANGAN
Kontroversi
atas harga beras yang konsisten tinggi dan peningkatan produksi beras 2,45
persen (ARAM III BPS 2010) menyisakan tanda tanya besar.
Benarkah harga beras dibentuk oleh
mekanisme pasar atau didikte kelompok tertentu? Ke mana surplus beras 5 juta
ton saat panen raya Maret-Mei 2010? Siapa yang menyimpan?
Kewaspadaan terhadap kenaikan harga
pangan merupakan keharusan. Ini karena, menurut BPS, kenaikan 10 persen harga
beras akan menambah jumlah penduduk miskin 2,5 juta jiwa.
NASIB PETANI KEDELAI
Tirani mayoritas importir kedelai
berhasil memaksa Pemerintah untuk kesekian kali membebaskan bea masuk kedelai
impor. Membanjirnya kedelai impor menjadikan nasib petani kedelai kian terpuruk
dan tidak berdaya.
Importir kedelai dengan tameng perajin
tahu tempe tanpa peduli menindas dan menggilas lebih dari 3 juta petani kedelai
Indonesia, sekaligus menjerumuskan Indonesia masuk perangkap impor kedelai.
Fenomena melambungnya harga kedelai yang terus berulang mengindikasikan bahwa
pembebasan bea masuk belum menyelesaikan masalah fundamentalnya.
Ironisnya, ketika harga kedelai di
tingkat petani anjlok, semua pihak melakukan pembiaran. Tidak ada satu pun yang
memperjuangkan nasib petani kedelai.
MALAPETAKA KEKERINGAN
Pentas drama ”malapetaka kekeringan” yang menimpa rakyat miskin sedang berlangsung di depan mata.
Laju penguapan air yang sangat tinggi berlangsung pada periode waktu yang panjang. Air permukaan di waduk, danau, embung, serta sawah terkuras habis, mengering sangat cepat. Tanaman mati kering terbakar terik matahari. Transformasi suhu medium dan kelembaban humid menjadi suhu tinggi, kering, dan gersang menjadikan kekeringan kali ini luar biasa intensitasnya.
Wajar kalau masyarakat panik karena terjadi mendadak. Gagal panen di lahan tadah hujan dengan konsentrasi rakyat miskin tinggi menjadi keniscayaan.
Laju penguapan air yang sangat tinggi berlangsung pada periode waktu yang panjang. Air permukaan di waduk, danau, embung, serta sawah terkuras habis, mengering sangat cepat. Tanaman mati kering terbakar terik matahari. Transformasi suhu medium dan kelembaban humid menjadi suhu tinggi, kering, dan gersang menjadikan kekeringan kali ini luar biasa intensitasnya.
Wajar kalau masyarakat panik karena terjadi mendadak. Gagal panen di lahan tadah hujan dengan konsentrasi rakyat miskin tinggi menjadi keniscayaan.
EKSPOR BERAS DAN IP PADI 400
Hingga
tahun 2009, diperkirakan akumulasi badai krisis energi dunia dan finansial
terus mengguncang dunia.
Sinyal menguatnya besaran dampak
perubahan cuaca yang ditandai dahsyatnya banjir di hampir seluruh wilayah
Indonesia menyebabkan deraan sistem produksi pangan nasional menguat dan
kapasitas sangga (buffering capacity)
Indonesia terhadap krisis akan kian menurun.
Menurut analisis data historis banjir,
akhir musim hujan dengan banjir dahsyat umumnya diikuti kekeringan luar biasa
karena curah hujan tahunan relatif tetap. Perubahan pola curah hujan dan awal
musim membuat awal dan masa tanam kian tidak bisa diprediksi dan usaha tani
padi penuh ketidakpastian.
KEKERINGAN & PREMANISNE AIR
JAWA Barat sebagai provinsi lumbung air terbesar di Pulau Jawa karena iklim dan curah hujannya paling basah dengan luas hutan lebih baik, terpaksa harus mengalami kekeringan bahkan di beberapa tempat pada periode tertentu harus mengalami krisis air. Ironis memang, tetapi itulah faktanya.
kata kunci:
kekeringan,
krisis air
BENCANA ALAM NTT
Kekeringan dan Longsor
Melilit Manggarai
Mungkin masyarakat tidak banyak tahu.
Sebelum longsor, Kabupaten Manggarai, NTT, telah didera kekeringan yang
menyebabkan tanaman jagung gagal panen.
Fakta ini menunjukkan, waktu transisi
bencana kian singkat, polanya terus berulang, dan frekuensinya semakin tinggi.
Penyebab utamanya adalah kinerja
pemulihan lingkungan amat memprihatinkan. Indikatornya, pascakekeringan muncul
kerawanan pangan atau kelaparan, lalu saat musim hujan terjadi banjir diikuti
bencana longsor dan merebaknya penyakit.
kata kunci:
gagal panen,
kekeringan,
kerawanan pangan
LINGKUNGAN HIDUP
Transisi Musim Kemarau
Menurut indikator perubahan iklim,
terutama curah hujan, tahun 2007 Indonesia mengalami kemarau basah akibat
anomali iklim La Nina sehingga masih ada wilayah yang mengalami musim hujan.
Meski demikian, di wilayah
"endemik" kekeringan, seperti Gunung Kidul, Rembang, Demak, Pati,
terjadi exceptional phenomena pada transisi musim hujan ke kemarau yang
ditandai dengan berhentinya secara mendadak musim hujan, diikuti peningkatan
suhu luar biasa, sehingga menguras sumber air.
kata kunci:
anomali iklim,
kekeringan,
Kemarau,
la nina
MERATAPI NASIB PETANI
Banjir
terus berulang dan diprakirakan masih akan muncul karena berdasarkan ramalan
lembaga penelitian iklim internasional dan Badan Meteorologi dan Geofisika pada
2008 "la nina" dengan intensitas sedang berpeluang besar untuk
terjadi.
Belum mengering banjir di Bojonegoro,
Tuban, Lamongan, Grobogan, Juwana dan Pati, petani sudah menerima kiriman air
bah lagi, sehingga mereka hidup dalam rendaman air dalam waktu yang lebih lama.
Curah hujan diprakirakan masih sangat tinggi terutama di sentra produksi
pangan, mulai pantai utara Jawa baik Jawa Barat, Jawa Tengah maupun Jawa Timur.
Padahal saat ini mulai memasuki periode puncak panen raya. Banyak tanaman padi
siap panen terendam banjir dan lumpur. Banyak butir padi yang hampa, warnanya
hitam, yang terpaksa dipanen lebih muda, sehingga kualitas dan produktivitas
panen jauh di bawah standar yang diharapkan.
MENSIASATI CURAH HUJAN DI BAWAH NORMAL
Hasil pemantauan lapangan
menunjukkan bahwa, sampai dengan pertengahan Desember ini, sebagian besar
wilayah Indonesia utamanya bagian timur belum turun hujan. Diprakirakan lebih
dari 50 persen wilayah Indonesia saat ini mengalami curah hujan di bawah
normal. Argumen ini didukung fakta bahwa lahan pertanian di sebagian besar
wilayah Indonesia yang biasanya pada bulan Desember sudah memasuki masa tanam,
saat ini masih ada yang mengalami kekeringan.
Paling tidak ada tiga
pertanyaan fundamental berkaitan kondisi curah hujan di bawah normal: apa curah
hujan di bawah normal itu sendiri, apa saja faktor determinannya, bagaimana
dampak yang ditimbulkan serta bagaimana adaptasinya? Menurut Badan Meteorologi
dan Geofisika (BMG), curah hujan di bawah normal didefinisikan sebagai curah hujan
tahunan atau bulanan yang depth-nya
kurang dari 85 persen dari rata-rata normalnya.
World
Meteorological Organization mendefinisi-kan rata-rata
normal adalah curah hujan rata-rata bulanan atau tahunan dari seri data 30
tahun. Berdasarkan ilustrasi, tersebut, maka curah hujan di bawah normal kali ini
memang bukan hal biasa, melainkan sesuatu yang luar biasa, karena dampaknya
bersifat multisektor, berjangka panjang dengan biaya, tenaga, dan waktu
recovery. Berkaitan dengan terjadinya curah hujan di bawah normal, maka
diperlukan sikap dan posisi tegas petani dan Pemerintah untuk mencari model
adaptasinya.
Paling tidak ada dua faktor
determinan penyebab terjadinya curah hujan di bawah normal: terjadinya El Nino
dengan intensitas sedang dan adanya dampak Indian
Ocean Dipole Mode. Interaksi kedua faktor tersebut menyebabkan Indonesia
miskin pasokan uap air. Lebih menyedihkan lagi, kondisi curah hujan di bawah
normal ini diprakirakan sampai akhir Desember 2006. Rendahnya curah hujan ini
berdampak langsung terhadap menurunnya pasokan air waduk, karena sebagian besar
waduk di Indonesia mengandalkan pasokan airnya dari curah hujan dan aliran
permukaan, bukan dari aliran dasar yang stabil pasokannya.
Masa Tanam Mundur
Dampak langsung curah hujan
di bawah normal bagi sektor pertanian adalah mundurnya masa tanam, meningkatnya
luas daerah kekeringan, dan gagal panen. Mundurnya masa tanam adalah dampak
terberat yang harus dicarikan kompensasinya. Meningkatnya luas daerah kekeringan
dan gagal panen diprakirakan akan sangat kecil peluangnya, karena saat ini
pertanaman dilahan tadah hujan sudah panen. Dengan demikian, gagal panen pun relatif
sangat kecil peluangnya untuk terjadi.
Berkaitan dengan mundurnya
masa tanam, maka ada dua hal penting yang dapat dilakukan masyarakat bersama Pemerintah
yaitu: mengembangkan teknologi modifikasi cuaca (TMC) dan melaksanakan
diversifikasi komoditas. Saat ini Departemen Pekerjaan Umum bekerja sama dengan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBPT) melalui Unit Pelaksana Teknis hujan
buatan telah dan akan terus membuat hujan buatan untuk mengisi waduk-waduk
besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sementara Departemen
Pertanian sedang mempersiapkan TMC dengan BPPT untuk mengisi waduk Jatiluhur,
Saguling, dan Cirata di Jawa Barat. Pilihan lokasi dilakukan dengan
pertimbangan bahwa Jawa merupakan lumbung pangan nasional dengan luas sawah
berindeks pertanaman dan produktivitas tinggi.
Sementara Departemen
Pertanian sedang melakukan proses persiapan pelaksanaan, secara simultan
dilakukan pemantauan kondisi curah hujan di daerah tangkapan DAS Citarum. Hasil
pemantauan di DAS Citarum menunjukkan bahwa di bagian hulu dan tengah, curah
hujan mulai turun dengan intensitas dan durasi terus meningkat. Sementara di
bagian hilir curah hujannya masih di bawah normal. Indikatornya, tinggi muka
air ketiga waduk sudah mengalami peningkatan yang signifikan.
Berdasarkan ilustrasi
tersebut, maka perlu dipertimbangkan waktu yang tepat untuk pelaksanaan TMC,
apakah saat ini (menjelang musim hujan) atau di akhir musim hujan, sehingga
dapat menambah masa tanam untuk mengkompensasi mundurnya masa tanam.
Pelaksanaan TMC awal musim hujan akan mempercepat pengisian waduk, sehingga
dapat segera dilakukan percepatan tanam. Akan tetapi apabila curah hujan yang
turun berlebihan dapat menimbulkan banjir. Sebaliknya apabila TMC dilakukan
pada akhir musim hujan, maka pengisian waduk dapat dilakukan lebih lama,
sehingga masa tanam gadu dapat diperpanjang.
Pilihan kedua yang harus
dilakukan untuk mengantisipasi curah hujan dibawah normal adalah diversifikasi
komoditas dan peningkatan efisiensi penggunaan air. Curah hujan di bawah normal
merupakan entry point yang baik untuk
mendorong masyarakat agar lebih efisien dalam menggunakan air. Berkaitan
diversifikasi, maka saat ini Pemerintah melalui sinergi tiga departemen yaitu
Departemen Pertanian, PU, dan Dalam Negeri dengan difasilitasi Bappenas sedang
mengembangkan program diversifikasi yang didukung akses kredit, pengolahan dan
pemasaran hasil. Program ini tersebar di sentra produksi pangan nasional yang
nota bene saat ini mengalami curah hujan di bawah normal. Kondisi curah hujan
di bawah normal ini merupakan kondisi yang favorable
bagi program tersebut, karena petani dapat mengembangkan komoditas unggulan
bernilai ekonomi tanpa khawatir dengan pemasaran.
Basis program ini ada di
kabupaten sebagai pelaksana otonomi, sehingga keseriusan Pemerintah kabupaten
menjadi faktor penentu keberhasilan program tersebut. Tantangan sudah ada di
depan mata, kita tidak mungkin menghindar lagi. Keberhasilan kita mengelola
curah hujan di bawah normal tidak saja dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani yang selama ini terus diperjuangkan, melainkan juga dapat
memberikan bukti nyata tentang isu miring mandegnya revitalisasi pertanian. Kita
harus selalu berpegang, bahwa Allah menurunkan masalah tentu dengan pilihan penyelesaiannya,
saatnya kita berbuat, bukan mencemooh tanpa melakukan tindakan nyata.
(Tulisan ini dimuat pada: Republika, 18 Desember 2006)
kata kunci:
curah hujan,
el nino,
kekeringan
MASALAH KEKERINGAN YANG TAK KUNJUNG TERATASI
Mengapa masalah kekeringan tetap menjadi fenomena
periodik (periodical phenomena)
dengan magnitude semakin besar seolah
tanpa penyelesaian?
Apa yang sebenarnya terjadi? Benarkah kekeringan justru
dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu dalam mendulang proyek?
Analisis sistem dari fenomena periodik kekeringan di
lokasi yang persis sama, yaitu Indramayu, menunjukkan bahwa penyelesaian
masalah kekeringan selama ini dilakukan secara business as usual. Tidak menyentuh persoalan fundamentalnya. Diperlukan
analisis lapangan yang mendalam tentang hubungan sebab-akibat kekeringan di
wilayah endemik kekeringan sebagai dasar penyusunan strategi adaptasi
kekeringan, agar agriculturerisk dapat diminimalkan. Bahkan sebaliknya,
produktivitas dan pendapatan petani dapat ditingkatkan.
Pemantauan langsung di sentra endemik kekeringan
Kabupaten Indramayu yang merupakan bagian paling ujung timur daerah oncoran
Perum Jasa Tirta (PJT) II, menunjukkan bahwa transek Kecamatan Anjatan (daerah
hulu), Bongas dan Gabus (daerah tengah), Kandang Haur (daerah hilir), merupakan
wilayah yang memiliki intensitas konflik air paling tinggi dengan risiko kekeringan
paling besar dan berat. Kandang Haur merupakan kecamatan dengan jangkauan
paling jauh, luas kekeringan paling besar, dengan kekeringan paling berat.
Tak Terkontrol
Tak terkontrol/Illegal
pumping yang tidak terkontrol di daerah hulu Anjatan saat giliran air jatuh
ke daerah tengah Bongas, Gabus, dan daerah hilir Kandang Haur, merupakan
penyebab utama terjadinya kekeringan. Debit air 18 meter kubik per detik yang
dipasok PJT II, secara teoretis mencukupi untuk mengairi tanaman padi 20 ribu
hektare dengan asumsi kebutuhan airnya 0,7 liter per detik. Tapi faktanya,
pasokan air menurun drastic saat giliran daerah tengah dan hilir akibat illegal
pumping, sehingga tidak mampu mengairi seluruh areal pertanaman.
Dengan kondisi tanah sawah kering dan dasar sungai yang
retak tidak berair, maka kebutuhan air irigasi lebih banyak. Karena harus
menjenuhi tanah yang dilaluinya, sehingga waktu tempuh air ke petakan lebih
lama.
Pola giliran air yang tidak proporsional yaitu tiga hari
daerah hulu, tiga hari daerah tengah, serta empat hari di daerah hilir, praktis
membuat Kandang Haur mendapatkan waktu oncoran kurang tiga hari, karena diperlukan
waktu lebih satu hari untuk mengalirkan air sampai ke hilir.
Illegal pumping
lebih jauh akan mendisorganisasi pola dan waktu tanam serta penggolangan air
yang telah disepakati dalam bentuk surat keputusan gubernur. Ego dan
keserakahan oknum petani di bagian hulu akan merugikan sawah di hilir yang
secara agregat luasnya jauh lebih besar dibanding areal panen yang dihasilkan
dari illegal pumping.
Mundur
Mundurnya waktu tanam akibat terjadinya tiga periode
banjir bandang berurutan sampai Februari 2006, merupakan penyebab kekeringan
kedua.
Dampaknya, waktu panen musim hujan (rendengan) baru
terjadi pertengahan Juni 2006. Pergeseran waktu panen rendengan secara serentak
akan menyebabkan terjadinya akumulasi tanam musim kemarau (gadu) mundur sampai
akhir Juni, bahkan sampai dengan awal Juli. Petani menganggap panen gadu
merupakan target yang harus dicapai, karena produksinya tinggi, kualitas dan
harganya sangat bagus dengan biaya produksi rendah, dan intensitas serangan
hamanya relatif rendah.
Dampaknya, saat ini ditemukan sekitar 11.300 hektare
tanaman padi berumur tujuh hingga 40 hari di Kecamatan Kandang Haur, Gabus, dan
Bongas yang harus mendapatkan pengairan segera.
Sebenarnya kondisi kekeringan yang terjadi saat ini
masih relatively tolerable, karena
belum ada kerusakan berarti yang mengarah ke puso, kecuali pada beberapa areal
persemaian. Justru sebaliknya, kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif
sampai kondisi sebelum titik layu permanen (permanent
wilting point) kemudian mendapatkan irigasi (intermittent irrigation). Ini akan menghasilkan laju pertumbuhan
akar dan tanaman lebih baik dibandingkan digenangi terus menerus (permanent flooding).
Pengeringan akan menyebabkan terjadinya penguapan gas
beracun pengganggu pertumbuhan akar tanaman dan mikroba tanah yang selama ini
tertahan dalam tanah akibat penggenangan terus-menerus. Argumen ini didukung hasil
penelitian Jepang yang menunjukkan bahwa pengeringan sesaat yang diikuti
pemberian irigasi gilir-giring akan menjadikan komposisi air, tanah, dan udara
berada dalam proporsi idealnya dan menstimulasi hormone pertumbuhan akar,
sehingga serapan hara lebih efisien. Model pengelolaan air ini dapat menghemat
jutaan kubik air, sehingga layanan irigasi dapat diperluas ke Cirebon bahkan
Jawa Tengah seperti scenario awal Prof Bloominstein dalam pembangunan waduk
Juanda.
Pemberdayaan Kelompok
Pemantauan terakhir di lapangan menunjukkan bahwa pasokan
air dari PJTII sudah ditingkatkan menjadi 22 meter kubik per detik, sehingga
cukup untuk mengairi seluruh pertanaman yang ada. Saat ini yang diperlukan adalah
penentuan prioritas pemberiaan irigasi dan pemberdayaan kelompok.
Berkaitan dengan prioritas, semua pemangku kepentingan
sepakat bahwa pengamanan/standing crops
mendapatkan prioritas utama.
Untuk mereduksi secara signifikan illegal pumping, maka pemberdayaan kelompok perlu terus
diefektifkan agar kelompoklah yang mengatur anggotanya bila melakukan
pelanggaran pengambilan air yang bukan haknya.
Program pemberdayaan kelompok ini diinisiasi Direktorat
Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian melalui program padat karya.
Di antaranya rehabilitasi jaringan irigasi desa (JID) dan jaringan irigasi
tingkat usaha tani (JITUT).
Tahun 2007, Departemen Pertanian akan mengidentifikasi
kelompok tani existing dan
memfasilitasi pembentukan kelompok tani 'baru' yang selama ini tercerai berai.
Diharapkan kelompok tani menjadi basis utama dalam pelaksanaan pembangunan
pertanian termasuk dalam pemberian bantuan, sehingga mereka menjadi tuan yang
berdaya di negeri sendiri.
(Tulisan ini dimuat pada: Harian Umum Republika, 13 Juli 2006)
kata kunci:
kekeringan,
puso
TITIK KULMINASI BENCANA BANJIR
Rentetan bencana banjir luar biasa di
Bima, Trenggalek, Sinjai, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Gorontalo, Bone
Bolango, dan Tanah Laut, Banjar, Tanah Bumbu, Kotabaru di Kalimantan Selatan,
Balikpapan, dan Samarinda di Kalimantan Timur, Bolaang Mongondow, Sulawesi
Utara tampaknya belum mampu memacu adrenalin para pemangku kepentingan
menyelesaikan masalah banjir secara menyeluruh.
Padahal alam telah memberikan alarm
kuat dan langsung bahwa karakteristik: lokasi, pola, dan waktu banjir secara
total telah mengalami perubahan fundamental. Berkaitan lokasi, terjadinya
banjir eksepsional saat ini yang hampir menenggelamkan Sulawesi dan Kalimantan
yang tutupan lahannya relatif lebih baik dibandingkan Jawa merupakan sinyal
buruk yang mencemaskan. Propagasi banjir diprakirakan bergerak ke Sumatera dan
Maluku sehingga praktis Indonesia di ambang tenggelam.
Banjir di desa Pinogu, Kabupaten Bone
Bolango, Gorontalo, misalnya, secara historis bukan merupakan "daerah
endemik banjir", menunjukkan terjadi penambahan lokasi rawan banjir.
Sementara itu, pola banjir juga mengalami transformasi dari banjir bandang (flash flood) yang sesaat ke banjir dan
genangan (flood and inundation)
dengan durasi lama. Konsekuensinya, terjadi peningkatan besaran korban, termasuk
kerusakan pasca banjir. Waktu terjadinya banjir pada musim yang secara
klimatologis merupakan musim kemarau mengindikasikan bahwa sekalipun tanah
tidak jenuh, banjir dapat terjadi, termasuk di daerah yang selama ini merupakan
daerah arid seperti Jeneponto di Sulawesi Selatan.
Akan Terus Meluas
Alarm perubahan alam secara ekstrem ini
diprakirakan terus meluas karena destruktif sestemik lingkungan semakin tidak
terkendali, apalagi Pemerintah cenderung melupakan masalah banjir begitu
kejadian berlalu. Perilaku destruktif diprakirakan akan meluas baik secara
vertikal maupun horizontal, sampai banjir mencapai titik kulminasinya dan
memunculkan keseimbangan baru dalam bentuk penyadaran pola pikir dan tindak
dalam mitigasi banjir. Apabila hipotesis ini benar, maka masyarakat papa yang
tiada berpunya harus membayar biaya sosial penyadaran akan perlunya mitigasi
banjir secara menyeluruh. Argumen itu didasari fakta bahwa korban banjir
terbesar adalah masyarakat marjinal pinggiran dan petani yang tidak berdaya.
BMG harus meningkatkan akurasi dan
frekuensi prakiraannya sehingga terjadinya banjir eksepsional dapat dideteksi
lebih dini. Masih rendahnya akurasi prakiraan BMG, terutama prediksi transisi
musim hujan ke musim kemarau dan musim kemarau, menyebabkan masyarakat harus
menerima dampak banjir. Untuk mereduksi risiko, maka wilayah potensial banjir
dan penyimpangan iklim lainnya perlu diberikan prakiraan cuaca secara khusus
agar masyarakat dapat melakukan antisipasi lebih dini.
Diperlukan penyusunan program bersama
secara lintas sektoral sehingga tekanan dan fokus penanganan mitigasi banjir
dapat diformulasikan dan dikoordinasikan langsung dalam bentuk rencana aksi.
Melalui penyusunan bersama rencana kerja anggaran kementerian lembaga (RKAKL)
sektor terkait, maka sinergi lintas sektor dapat dimaksimalkan sekaligus
duplikasi program yang selama ini banyak terjadi dapat dihilangkan. Pendekatan
ini memungkinkan ego sektor dapat disinkronkan dan pembebanan tanggung jawab
dapat dilakukan sehingga mimpi penanganan banjir yang terintegrasi dapat
direalisasikan.
Pengelolaan Wilayah
Apabila pendekatan tersebut masih belum
memberikan hasil yang maksimal, Pemerintah dapat membentuk Departemen
Pengelolaan Wilayah seperti Perancis yang mempunyai Department d’Amenagement de
Teritoire sebagai satu-satunya instansi resmi pengelola daerah aliran sungai,
mulai pemberian izin bangunan, pengelolaan air dalam arti luas termasuk masalah
banjir dan kekeringan.
Partisipasi publik dalam penanggulangan
banjir dapat dilakukan dengan mengembangkan proyek-proyek pemberdayaan
masyarakat dengan pola padat karya. Argumennya, permintaan dana sektoral yang
sangat besar dengan pola kontraktual terbukti tidak mampu menyelesaikan masalah
banjir karena sebagian besar pengelolaannya tidak partisipatif dan kurang
transparan sehingga hasilnya tidak sesuai dengan targetnya. Lebih jauh, proyek
yang dibangun secara top down akan
mendorong terjadinya ketergantungan absolut masyarakat terhadap pendanaan Pemerintah.
Dampaknya, rasa memiliki, tanggung jawab, dan keberlanjutan program akan sulit
diharapkan.
Belajar dari pengalaman proyek besar
kontraktual, Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian
mengembangkan pola padat karya untuk rehabilitasi jaringan irigasi tingkat
usaha tani, jaringan irigasi desa, pembuatan embung, dan parit di seluruh
kabupaten di Indonesia. Hasilnya, keluaran, dampak, dan penerima manfaatnya
akan jauh sangat memuaskan karena respons masyarakat sangat tinggi, baik dalam
hal partisipasi maupun pemeliharaannya.
Diperlukan kebesaran jiwa Pemerintah di
segala strata karena pergeseran model kontraktual ke pengembangan padat karya
akan mereduksi para pemburu rente yang selama ini menikmati keuntungan tanpa
mengeluarkan keringat.
(Tulisan ini dimuat pada: Harian Umum Kompas - 06 Juli 2006)
kata kunci:
banjir,
bencana,
klimatologis
MENYIASATI GUNCANGAN PERBERASAN
Benarkah
kenaikan harga beras terjadi akibat supply
dan demand? Pertanyaan yang harus dijawab itu mengemuka karena modus untuk mengambinghitamkan rendahnya produksi
padi dan harga serta kondisi iklim sudah sering dilakukan.
Tahun 2006, impor dilakukan dua kali,
pertengahan Juni dan Desember. Ironisnya,
meski sedang panen raya, impor 210.000 ton beras pada pertengahan Juni
dilakukan juga. Modusnya, memanfaatkan isu kekeringan,
persiapan Lebaran, dan kenaikan harga gabah kering panen di lapangan di atas
harga psikologis (Rp 2.400 per kg). Kali ini tekanan
dilakukan saat awal musim hujan mundur, memasuki Natal dan Tahun Baru 2007, dan
harga gabah mencapai Rp 3.015 per kg.
Begitu cepat dan mudahnya spekulan
mempermainkan harga gabah atau beras di masyarakat
terjadi karena selisih antara pasokan dan kebutuhan amat tipis, pasar beras
cenderung oligopolistik dan terjadinya penimbunan.
Ada dua pengalaman nyata di Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan terkait permainan spekulan.
Saat Gubernur Jawa Timur mengumumkan akan melakukan sweeping dan menindak penimbun beras, seketika itu harga
beras turun Rp 250 per kg. Sementara di Sulawesi Selatan,
aparat mendapati gudang
penimbunan beras milik perorangan yang jumlahnya luar biasa. Berdasarkan dua ilustrasi buruk ini, bisa dipastikan harga beras lebih disebabkan masalah unfair business dibanding masalah
produksi.
Pertanyaannya, bagaimana mengatasi benang kusut
perberasan ini? Peningkatan produksi padi dan penegakan hukum yang tegas adalah solusinya.
Peningkatan Produksi
Meski masalah perberasan
tidak hanya terkait produksi, tetapi peningkatan produksi beras secara all out harus dilakukan secepatnya agar
tidak dijadikan kambing hitam dalam impor beras. Swasembada absolut tanpa impor dapat dicapai tahun 2008 jika
produksi padi dapat mencapai 58 juta ton. Untuk itu diperlukan paling
tidak 2,2 juta ton GKP tambahan dari tahun 2006.
Untuk
memenuhi tambahan produksi padi agar mencapai swasembada beras absolut,
Departemen Pertanian akan melaksanakan lima program unggulan: subsidi benih
unggul, pengembangan tata air mikro, rehabilitasi jaringan tingkat usaha tani (JITUT) dan jaringan irigasi desa (Jides),
pembuatan sawah baru, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman selain
program pendukung lain. Masih banyak program lintas subsektor yang dipastikan akan menambah produksi padi nasional. Khusus TAM, Jides, dan JITUT bekerja sama dengan Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Dalam
Negeri.
Melalui
dana subsidi benih sekitar Rp 1,25 triliun tahun 2007 dan akan ditingkatkan
tahun 2008, maka mutu benih pertanaman padi sekitar 6,21 juta hektar dapat
diperbaiki sehingga diharapkan terjadi peningkatan produksi 0,15 ton per ha,
ekuivalen dengan 0,931 juta ton GKP.
Tambahan
berikut, dari pengembangan tata air mikro di lahan rawa pasang surut maupun
rawa lebak seluas 118.000 ha dengan produksi 2,0 ton per ha untuk dua musim tanam akan menghasilkan
472.000 ton GKP. Melalui perluasan areal sawah baru 35.000 hektar dengan dua
kali panen masing-masing 2,0 ton per ha, diperoleh
tambahan produksi 140.000 ton GKP. Optimasi lahan dan rehabilitasi Jides dan JITUT masing-masing
seluas 105.000 ha dapat dihasilkan 110,5.000 ton GKP.
Dengan dukungan pengendalian organisme pengganggu tanaman, dapat diperoleh
tambahan hasil 0,1 ton per ha dari 5,5 juta areal
panen sehingga diperoleh 0,621 juta ton GKP. Dengan demikian, total tambahan
produksi dari kelima program mencapai 2,27 juta ton
GKP, lebih besar dari target 2,2 juta ton untuk mencapai swasembada absolut.
Sisanya, 0,07 juta ton, dapat diekspor untuk validasi swasembada absolut tercapai.
Desentralisasi Bulog
Posisi Bulog dan Dolog sebagai instansi
vertikal dalam stabilisasi pasokan dan harga tidak relevan lagi.
Desentralisasi Bulog dan Dolog ke Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota merupakan
pilihan yang menjanjikan. Pertimbangannya,
dengan berada langsung di bawah gubernur/bupati/wali kota, stok beras secara riel
time dapat dipantau secara on line
sehingga skenario pemenuhan kebutuhan pangan dapat
dilakukan dan diantisipasi lebih dini. Terjadinya kolusi
antara pedagang beras Dolog bisa diperkecil karena orientasi Dolog memenuhi
kebutuhan pangan setempat (in situ). Sementara pemenuhan pangan lintas
kabupaten/provinsi dapat dilakukan melalui forum antar gubernur, bupati, maupun wali
kota.
Lebih jauh, melalui desentralisasi, Dolog ditumbuhkembangkan menjadi unit produksi, stabilisator
pasokan, dan harga di lapangan. Pengawasan
dan penimbunan lebih mudah dilakukan Pemerintah dan masyarakat.
Presiden SBY harus menindak tegas penyebab gonjang-ganjing perberasan nasional meski mereka berlindung di balik baju
eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Jika masalah perberasan tidak dituntaskan, dipastikan
akan memperpanjang daftar kebutuhan pokok masyarakat
penentu hajat hidup orang banyak yang mudah dipermainkan
harga maupun pasokannya. Minyak
tanah, pupuk, dan bensin adalah teladannya. Tanpa langkah tegas dan transparan, dipastikan Indonesia
kian tertinggal dari bangsa manapun karena tiap saat harus menghadapi masalah
yang sebenarnya diketahui cara penyelesaiannya.
(Tulisan ini dimuat pada: Harian Umum Kompas – 09 Januari 2007)
kata kunci:
beras,
harga gabah,
kenaikan harga,
peningkatan produksi
Langganan:
Postingan (Atom)