Kedaulatan pangan (food sovereignty) sebagai pilihan politik
pangan Jokowi-JK menggantikan mazhab ketahanan pangan (food security) di era SBY-Boediono harus diapresiasi.
Pergeseran pendulum ini berimplikasi
Indonesia harus rnampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan lebih khusus
lagi pemenuhan itu harus diproduksi anak bangsa sendiri, bukan dari impor.
Impor merupakan instrumen "pilihan paling akhir dan terakhir” dalam
keterpaksaan. Konsekuensinya, Indonesia perlu memiliki data dan informasi
"sistem produksi, distribusi, deteksi dini, dan rnitigasi rawan pangan
yang terintegrasi secara “real time"
dalarn bentuk decision support system
tool (DSS).
Tujuannya agar dapat memandu
secara akurat para pihak dalam merumuskan, melaksanakan kebijakan dan program
kedaulatan pangan, serta mengeksekusinya secara rinci dan operasional di
lapangan. DSS dibangun berbasis individu petani dan desa merekam data luas
lahan, luas tanam, luas panen berdasarkan rekaman citra satelit resolusi sangat
tinggi (1 piksel 1 x 1 meter) yang diupdate secara real tirne. Periode dan
besaran luas tanam, pertanaman, dan panen petani digunakan untuk menghitung agregat
surplus atau defisit menurut ruang dan waktu.
Aplikasi ini dibuat sangat
sederhana, users friendly, multiple purposes, dan multiple users sehingga dapat
digunakan untuk kepentingan prediksi produksi, kebutuhan, dan distribusi pangan
untuk dimanfaatkan semua pihak. Data real time ini secara operasional digunakan
untuk perencanaan tanam, serta alokasi prasarana dan sarana pertanian (pupuk
dan benih, alat mesin pertanian, panen, pasca panen, variabilitasnya menurut
ruang dan waktu).
Integrasi semua program pembangunan
kedaulatan pangan lintas sektor dalam wadah yang sama memungkinkan evaluasi kinerja
program dan anggaran dapat dilakukan simultan, jujur, dan fair. Perlindungan
dan pemberdayaan petani dan konsumen dapat ditetapkan sasarannya dengan akurat.
Bagainama detail operasional kedaulatan pangan dan apa prasyaratnya?
Operasional
dan prasyarat
Perincian kedaulatan pangan
dalam bahasa operasional yang terukur menggunakan kerangka waktu jelas harus
dilakukan untuk menghindari salah interpretasi. Kedaulatan pangan tercapai jika
dan hanya jika standing point pemerintah soal (i) modernisasi pertanian bagi
kelompok tani dan gabungan kelompok tani dalam produksi pangan pokok serta (ii)
mekanisme katup pengaman ketika terjadi defisit ataupun surplus bahan pangan
pokok jelas komitmen penganggaran dan tegas eksekusinya di lapangan.
Modernisasi pertanian bertujuan
mernaksimalkan akses (i) pengelolaan dan konsolidasi la-han rninirrmm 5 hektar,
(ii) mekanisasi pertanian sebelum tanam, tanam, setelah panen, dan pengolahan
hasil, (iii) benih, pupuk, dan air. Reforma agraria dilandasi beragam perundangundangan,
mulai dari TAP MPR sampai UU. Namun, faktanya, jumlah masyarakat tak berlahan
terus meningkat dan penguasaan laham didominasi sekelompok kecil konglomerasi.
Ketidakadilan ini harus secepatnya dihentikan di tahun pertama pemerintahan
Jokowi-JK sehingga akses lahan berkeadilan cepat terjadi.
Peta areal penggunaan lain
(APL) dan daftar kepemilikan hak guna usaha (HGU) harus dipublikasikan sehingga
masyarakat bisa memanfaatkan. APL dan mengawasi HGU yang mangkrak untuk
diredistribusi. Konsolidasi lahan sempit di Jawa juga harus dilakukan agar
skala ekonominya tercapai. Peningkatan luas garapan memungkinkan dilakukan
mekanisasi menyeluruh sehingga terjadi peningkatan efisiensi dan produktivitas
serta upah tenaga kerja pertanian.
Hasil penelitian di Sidrap,
Sulawesi Selatan, melalui modernisasi pertanian, pengolahan tanah, tanam,
panen dapat dihemat biaya masing masing minimal 30 persen sehingga ada tambahan
keuntungan signifikan bagi petani. Tambahan keuntungan ini dapat digunakan
untuk membayar operator alat dan mesin pertanian. Saat ini operator mesin
pertanian dibayar Rp 150.000- Rp 200,000 per hari sehingga pasti rnenarik minat
generasi muda.
Pengoptimalan akses
pengelolaan lahan juga harus dilakukan di kebun kelapa sawit, saat ini 10 juta
hektar dan padi 8 juta hektar. Jika daya dukung (earrying eapaell) diasurnsikan
dua sapi per hektar, Indonesia dapat mengembangkan 36 juta sapi (enam juta
keluarga dapat ditampung dengan asumsi 1 keluarga mengelola 6 sapi). Dalam
waktu tiga tahun, pasti swa-sembada daging sapi tercapai dan masyarakat tak
didera harga da-ging mencekik.
Selanjutnya pemerintah harus
memperkuat akses petani ke benih berkualitas. Saat ini, banyak putra-putri
terbaik Indoneaia bekerja di perusahaan benih dan bibit multinasional, di dalam
ataupun luar negeri. Melalui insentif proporsional dan profesional, pemerintah
dapat mengundang mereka kembali ke Tanah Air untuk membangun industri benih
bertaraf internasional. Produksi benih bermutu itu selanjutnya dijual murah ke
petani sehingga produksinya mampu bersaing dengan produk impor.
Penyesuaian harga pupuk bersubsidi
per jenis pupuk Rp 400 per kilograrn tiap tahun untuk mitigasi penyimpangan
pupuk bersubsidi harus dilakukan sekaligus sebagai sumber pendanaan perbaikan
jaringan irigasi.
Katup
pengaman
Mekanisme katup pengaman
defisit pangan pokok dapat di-pantau melalui DSS. Berdasarkari inforrnasi
prediksi produksi, konsurnsi, dan cadangan pangan setempat, redistribusi pangan
dari daerah surplus ke daerah defisit diikuti pemenuhan pangan sub-stitusinya,
dapat dilakukan lebih dini. Sebaliknya saat surplus, industri pengoiahan rakyat
segera menyerap dan rnengolah untuk meningkatkan harga dan nilai tambah.
Pendekatan sederhana, konkret, dan operasional ini apabila dieksekusi
pemerintahan Jokowi-JK di sernua sentra produksi pangan, di Indonesia dengan
basis petani dan kelornpok tani, akan menjadikan rakyat berdaulat terhadap
pangannya. Kedaulatan pangan petani menjadi fondasi kuat mencapai kedaulatan
pangan nasional yang selama ini terus di koyak dan dicabik-cabik para pihak
yang ingin memperebutkan pangsa pasar pangan Indonesia yang tumbuh pesat.
Ambruknya sistem produksi
kedelai yang dlikuti keruntuhan sistem produksi ternak dan kehancuran
infrastruktur produksi gula akibat permainan pemburu rente harus dibentikan at all cost. Liberalisasi pangan di
Indonesia menyusul penandatanganan letter
of intent dengan IMF, importasi daging yang berlebihan, dan mafia gula rafinasi yang
bocor ke pasar tradisional harus jadi pelajaran herharga, dibarengi pengawasan
ketat dan sanksi berat bagi pelaku agar rakyat tak jadi korban globalisasi
pangan. Pengetatan dalam pengelolaan pangan nasional dipastikan akan menghasilkan
devisa, menekan spekulan, memberikan stimulus bagi se-ntra produksi pangan
untuk memacu produktivitas dan efisiensi sistem produksi, pengolahan hasil, dan
pemasarannya. Pernerintah secara serius dan bertahap harus memberikan sentif
dan proteksi non tarif melalui penerapan codex
ali-mentarius serta sanitary and phytosanitary sebagai filter ampuh
meredam serbuan pangan impor. Implikasinya, produk pangan nasional juga harus
dikenakan standar sama. Pernerintah dan dunia usaha suka atau tidak suka harus
bersinergi membina petani agar menerapkan good
agriculture practices, termasuk good
handling practices dan turunannya, sehingga serbuan produk impor bisa
ditahan dan daya saing produk nasional di pasar internasional menguat.
(di muat di Harian Kompas, 13 Oktober
2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar