Senin, 21 Januari 2008

PENDEKATAN MUTHAKIR DALAM ANTISIPASI BANJIR

Setelah berdebat panjang lebar dengan berbagai argumen untuk mencari penyebab terjadinya banjir dan genangan, kemudian dengan sekuat tenaga, waktu dan dana menolong korban, maka pertanyaan selanjutnya adalah mampukan kita mengatasi banjir dengan teknologi dan biaya sendiri? Apakah kita harus mendatangkan konsultan dan bantuan luar negeri seperti IMF untuk mengatasi banjir dan genangan? Secara pribadi saya katakan tidak, karena dari segi sumberdaya manusia, pengetahuan dan teknologi kita memiliki semuannya. Demikian juga dengan komitmen masyarakat kita untuk antisipasi banjir sangat tinggi, sehingga sebenarnya yang diperlukan adalah pemimpin yang kredibel untuk mengimplementasikan konsep penanggulangan banjir yang dirumuskan bersama. Masalah biaya, pemerintah tentu bisa meletakkan prioritas penanganan banjir ini sebagai hal yang utama, karena sudah menyangkut hajat hidup orang banyak. Bahkan lebih jauh dari itu, kemampuan antisipasi masalah banjir dan genangan sudah menyangkut kredibilitas pemerintah Indonesia di mata komunitas Internasional yang tinggal di Jakarta. Lengkaplah sudah predikat Jakarta sebagai ibukota negara yang tidak aman, macet dan tidak nyaman apabila banjir dan genangan kedepan tidak dapat diantisipasi dengan baik. Tidak mesti dengan biaya yang besar Masalah banjir sepintas terlihat begitu rumit, komplek yang penanganannya memerlukan tenaga, waktu dan biaya sangat besar. Bahkan bagi orang yang pesimis, penanggulangan banjir seolah-olah seperti menegakkan benang basah. Namun apabila dirunut lebih jauh, maka penyebab banjir sebenarnya berawal dari persoalan sederhana yaitu ketidaktertiban dan ketidaktaatan penyelenggara pemerintahan dan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan yang terakumulasi dalam waktu tertentu dan dampak maksimumnya baru dirasakan sekarang. Berdasarkan akar penyebab masalah tersebut, maka semestinya masalah banjir dan genangan dapat diatasi apabila ada komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat yang kuat. Dalam hal biaya penanggulangan, maka apabila direncanakan, dilaksanakan dan dipantau dengan transparan, peluang terjadinya pembengkakan biaya dapat dihindari. Apalagi saat ini masyarakat sudah menyadari bahwa persoalan banjir tidak dapat ditangani dengan cara-cara klasik parsial, tetapi memerlukan pendekatan yang menyeluruh dengan peran serta masyarakat yang tinggi. Sistem proyek dengan penggelembungan volume dan biaya yang sangat tidak transparan dalam mengatasi masalah banjir selama ini secara faktual terbukti tidak efektif dan bahkan seringkali tidak mengenai sasaran, karena diperlukan tenggang waktu untuk alokasi anggaran. Biaya yang sudah dialokasikan seringkali tidak tepat waktu, karena terjadi perubahan masalah yang sangat cepat. Peran serta masyarakat dalam penanggulangan banjir sangat diperlukan, dalam pembiayaan penanggulangan banjir. Untuk itu perlu dirumuskan bersama antara pemerintah, LSM, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan masyarakat tentang rencana kegiatan, strategi implementasi dan pemantauannya. Diperlukan konsep pendekatan yang memadai agar permasalahan banjir dapat diantsipasi secara menyeluruh. Pendekatan System/Model Penanganan antsipasi banjir secara parsial kualitatif dan bersifat ad hoc yang dilakukan oleh pemerintah selama ini sudah seharusnya diakhiri dan diganti dengan pendekatan konseptual kuantitaif dengan parameter yang measurable didukung time frame yang jelas. Dengan demikian siapapun pemegang otoritas pemerintahan, masyarakat dapat memantau kinerjanya dalam penanggulangan banjir. Untuk itu pendekatan model, dengan menekankan hubungan hujan-limpasan (debit) perlu dilakukan, sehingga perubahan karakteristik banjir (debit maksimum, waktu respon) akibat perubahan input (curah hujan) dan sistem DAS (land use dan jaringan hidrologi) dapat dipantau lebih akurat. Model deterministik dengan pendekatan mekanisme fisik perlu digunakan dalam antsipasi banjir karena mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan model lainnya antara lain: (1) dapat menjelaskan secara kuantitatif hubungan sebab-akibat dengan proses fisik yang berlaku secara universal (2) hasilnya dapat diaplikasikan pada DAS lain dengan melakukan adaptasi parameter. Dengan demikian tidak diperlukan penelitian yang detail untuk penanganan banjir dan genangan di daerah lain. Khusus untuk banjir dan genangan Jakarta pendekatan sistem dapat dilakukan dengan membagi DAS menjadi 4 tipe penggunaan lahan utama yaitu: hutan, lahan sawah, lahan kering, dan lahan pemukiman. Pendayagunaan lahan hutan dapat dilakukan dengan menjaga kelestariannya. Sedangkan peningkatan daya tampung air sistem lahan sawah dan lahan kering dapat dilakukan melalui optimasi dimensi pematang sawah dan teras lahan kering. Apabila konsep ini diadopsi, maka banir di hilir akan dapat ditekan, karena sebagian besar aliran permukaan ditampung di tiga tempat yaitu lahan sawah, teras lahan kering dan saluran hidrologi (hydrological network) secara bertingkat, sehingga kapasitas tampung air DAS dapat ditingkatkan, dan hanya sebagian kecil saja air yang dialirkan ke hilir. Dengan demikian debit maksimum yang terjadi dapat diturunkan dan waktu respon dapat diperpanjang. Sedangkan sistem lahan pemukiman juga harus menampung aliran permukaan dari wilayahnya sendiri, sehingga volume genangan dan banjir di hilir lebih berkurang lagi. Implementasi konsep ini harus dipantau dari tataran masyarakat paling bawah, agar pendekatan sistem ini berhasil dengan baik. Model reservoir linier bertingkat (reservoir in cascade) dengan input curah hujan dan sistem DAS sangat powerfull untuk skenario antisipasi banjir dan genangan. Dengan model ini setiap perubahan masukan pada suatu sistem dapat dikuantifikasikan keluarannya, sehingga perubahan debit dan waktu respon DAS sebelum dan sesudah perlakuan dapat dibandingkan. Pendekatan mutakhir ini banyak diadopsi oleh negara-negara maju Eropa dan Amerika dalam menekan resiko banjir. Di Indonesia model ini sudah diuji kehandalannya dan dikembangkan sesuai dengan kondisi setempat oleh penulis dalam evaluasi pengaruh teras sawah terhadap modifikasi karakteristik debit DAS (debit maksimum dan waktu respon) di DAS Kali Garang, Semarang. Evaluasi dan Revisi Rencana Induk (Master Plan) Jakarta Dalam jangka panjang, penanganan banjir harus dilakukan secara melekat (built in) dengan rencana induk dan pelaksanaan pembangunan kota Jakarta. Untuk itu pada tahap awal perlu dilakukan evaluasi dan revisi dari rencana induk kota Jakarta untuk membandingkan antara rencana dan pelaksanaannya. Agar setiap pelaksana pembangunan dapat dipantau kinerjanya, maka dewan perwakilan rakyat bersama masyarakat perlu memanfaatkan rencana induk kota Jakarta sebagai alat evaluasi dan monitoring pelaksanaan pembangunan. Masalah implementasi peraturan perundangan tampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus. Pemerintah bersama masyarakat harus secara konsekuen tanpa pilih kasih memberikan sangsi terhadap pelanggar di lapangan. Komitmen itu harus ditindaklanjuti, karena apabila masalah tersebut ditorerir, maka kasus banjir dan genangan Jakarta akan terulang lagi dengan intensitas dan frekuensi yang lebih dahsyat. Meskipun teknologi antisipasi banjir memerlukan pendekatan menyeluruh, penulis secara pribadi yakin kalau tenaga ahli Inonesia mampu menysun dan mengimplementasikannya. Tidak diperlukan konsultan asing untuk itu, yang diperlukan adalah kejujuran dan keterbukaan para pelaksana dan penegakan perundangan di lapangan. Selebihnya masyarakat akan dapat membantu apa yang diperlukan untuk antisipasi banjir dan genangan. Mengingat banjir menjadi salah satu masalah penting dalam pembangunan kota Jakarta, maka kedepan calon Gubernur, Walikota perlu menyajikan konsep pembangunan Jakarta sebelum dipilih oleh wakil rakyat. Untuk itu diperlukan pencerahan (lightening) para anggota dewan tentang pengetahuan masalah banjir sebelum melakukan uji kelayakan (proper test) calon Gubernur. Dengan demikian tidak ada lagi alasan seorang Gubernur untuk tidak dapat mengatasi masalah banjir dan genangan di masa mendatang.

Tidak ada komentar: